Hadapi Anomali Cuaca, Harus Ada Konservasi Tanah dan Air
Permukaan daratan sangat menentukan apakah air hujan itu bisa diserap (infiltrasi) secara maksimal atau semua menjadi air larian (run-off) permukaan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banjir menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan, curah hujan tinggi merupakan salah satu fenomena alam yang umum terjadi di Dunia. Curah hujan merupakan suatu siklus yang umum terjadi di alam dengan kala atau periode ulang tertentu.
Dengan adanya siklus ini, maka pada satu periode waktu akan terjadi probabilitas periode ulang hujan dengan intensitas tertentu.
Dengan adanya perubahan pola hujan saat ini maka akan lebih sulit memprediksi kejadian hujan di suatu lokasi, meskipun tempat tersebut sudah dilengkapi dengan pos pengamatan hujan atau pos klimatologi yang lengkap.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir tersebut berdampak pada 10 kabupaten/kota. Tercatat lebih dari 24 ribu rumah terendam dan sekitar 40 ribu masyarakat harus mengungsi akibat banjir besar yang terjadi.
“Betul, anomali cuaca membuat curah hujan dengan intensitas tinggi di beberapa lokasi tertentu terjadi hujan ekstrim. Pencatatan data hujan oleh BMKG Kalimantan Selatan merekam curah hujan ekstrim tersebut, diantaranya rekaman data di Stasiun BMKG Bandara Syamsudin Noor menunjukkan curah hujan ditakar tanggal 10 Januari 2021 sebesar 125 mm, tanggal 11 Januari 2021 sebesar 30 mm, tanggal 12 Januari 2021 sebesar 35 mm, tanggal 13 Januari 2021 sebesar 51 mm, tanggal 14 Januari 2021 sebesar 249 mm dan tanggal 15 Januari 2021 sebesar 131 mm,” kata Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto kepada media, Minggu,28 Februari 2021.
Selain itu Stasiun Klimatologi Banjarbaru juga mencatat hujan intensitas tinggi juga terjadi di lokasi lainnya, seperti di kecamatan Landasan Ulin Timur curah hujan juga sudah tercatat ekstrim dari 2 hari terakhir yaitu berturut-turut 110 mm/hari (tanggal 13) dan 265 mm/hari (tanggal 14), tertinggi dibanding wilayah sekitar.
Baca juga: Rumah Miing Bagito Pernah Kebanjiran, Rina Gunawan Terobos Genangan Antar Makanan Untuknya
Sudah seringkah hujan seperti itu terjadi? Analisis menggunakan data hujan harian selama periode 1981-2019 menunjukkan bahwa hujan sebesar 249 mm yang terukur di Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor pada tanggal 14 Januari 2021 memiliki periode ulang lebih dari 100 tahun.
Banyak orang menilai banjir juga dipengaruhi oleh perubahan tata ruang kawasan? Banyak orang menilai banjir juga dipengaruhi oleh perubahan tata ruang kawasan? Itu tidak bisa dipungkiri.
Faktor curah hujan ekstrem, faktor lingkungan dan permukaan juga merupakan faktor kunci.
Permukaan daratan sangat menentukan apakah air hujan itu bisa diserap (infiltrasi) secara maksimal atau semua menjadi air larian (run-off) permukaan.
Kondisi permukaan yang berkurang tutupan (vegetasi) nya akan mengakibatkan air hujan dilarikan ke permukaan sebagian besarnya.
Dari data mosaik Landsat pada periode tahun 2010 dan 2020 yang dianalisis LAPAN menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan secara massif pada daerah penutup lahan DAS Barito.
Baca juga: Dipicu Cemburu, Suami Tikam Dada Istri Pakai Pisau Belati di Barito Kuala
Meskipun banjir, persoalan klasik di banyak daerah, tetapi intensitas dan luasan banjir dipicu curah hujan ekstrim pada zaman iklim modern ini menunjukkan tren peningkatan, dan terdapat indikasi atau kecenderungan bahwa bencana hidrometeorologi seperti ini akan semakin sering dan semakin dahsyat seiring perubahan iklim yang terjadi.
Oleh karenanya dalam memitigasi dampak bencana hidrometeorologi seperti di Kalimantan Selatan, maka pendekatan penanggulangan bencana harus berbasis data.