Cerita Gede Pasek Disuruh Pilih Anas Urbaningrum atau SBY Berujung Hilangnya Jabatan
Gede Pasek mengatakan kejadian itu bermula saat perseteruan di internal Partai Demokrat terjadi antara Anas dan SBY.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
SBY sendiri mengabarkan kemenangannya melalui pesan Black Berry Messenger (BBM) kepada Gede Pasek. Lantas, SBY meminta usulan nama-nama dari Anas dan loyalisnya untuk dimasukkan ke dalam kepengurusan DPP Partai Demokrat.
"Selesai beliau terpilih, beliau BBM ke saya. 'KLB sudah selesai secara aklamasi, sampaikan juga terimakasih untuk bung Anas dan mohon usulan nama-namanya untuk kepengurusan di DPP'," ujar Gede Pasek yang kemudian menunjukkan pesan itu kepada Anas.
Keesokan harinya, Gede Pasek mengirimkan usulan nama-nama yang diminta SBY. Namun dia tak menyangka bahwa dari seluruh nama yang diusulkan itu hanya Saan Mustopa yang masuk kepengurusan.
"Bayangan saya, saya sebagai orang politik, investasi politik lebih banyak lah ya. Dari ide, menggarap, mengamankan Anas, melancarkan semua, kayaknya jabatan saya ini pasti melambung naik lah. Eh ternyata bukannya melambung, malah terhempas. Hilang cuma tersisa satu (Saan Mustopa), itu pun jabatannya memang dulu disitu. Yang lain hilang kena prank," tegasnya.
Gede Pasek kaget dan tak menyangka SBY yang dipercayanya sebagai orang bersih, cerdas dan santun mampu mempermainkannya (prank, - red).
Bahkan SBY disebutnya tak pernah meminta maaf atas nama-nama yang hilang serta menganggap seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
"Di situ saya kaget betul. Nggak menyangka orang sekelas kepala pemerintahan, kepala negara, tingkat pendidikan sangat tinggi, kita bicara dari hati ke hati, kemudian bisa mengkhianati dengan cara dingin begitu. Kalau sekarang beliau mengeluh begini (dikhianati terkait kasus kudeta), saya sebenarnya sudah lebih dulu mengeluh lho," ujar Gede Pasek.
"Jadi kalau cerita ini antara senang dan nggak senang. Senangnya itu karena yang nge-prank saya itu seorang presiden. Nggak senangnya itu kok ada gitu lho orang yang seharusnya kita sudah bicara gentleman agreement, seorang politisi yang berbicara dalam konteks bangsa bernegara kok bisa menipu hal yang sangat substansial," tandasnya.
(Tribunnews.com/Vincentius Jyestha)