AJI Sebut Ada 5 Regulasi Ancam Kebebasan Pers
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berada pada urutan pertama.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
Di banyak negara di dunia sekarang, kata Mahfud, hukum pidana terkait dunia digital justru sedang dibenahi.
Mereka yang belum memiliki hukum serupa, kata dia, maka membuatnya dan mereka yang sudah punya menelaaah untuk lebih ketat karena dunia digital semakin jahat.
Oleh sebab itu pemerintah Indonesia mengikuti apa yang dilakukan oleh negara-negara tersebut.
"Masih sangat diperlukan oleh sebab itu tidak akan ada pencabutan UU ITE," kata Mahfud saat konferensi pers pada Kamis (29/4/2021).
Kedua, kata dia, akan dibuat pedoman teknis dan kriteria implementasi yang nantinya akan diwujudkan dalam bentuk SKB tiga Kementerian dan Lembaga yaitu Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan.
Buku tersebut, kata Mahfud, nantinya berupa buku saku atau buku pintar yang ditujukan baik kepada wartawan, masyarakat, maupun kepada Polri dan Kejaksaan di seluruh Indonesia.
Ketiga, kata dia, ada revisi semantik berupa perubahan kalimat atau revisi terbatas yang sangat kecil berupa penambahan frasa atau perubahan frasa.
Selain itu, kata dia, ada penambahan di bagian penjelasan misalnya pada kata penistaan, fitnah, dan keonaran.
"Memang kemudian untuk memperkuat itu memang ada penambahan satu pasal, yaitu pasal 45 C," kata Mahfud.
Terkait dengan pasal 45 C, Mahfud tidak menjelaskan lebih jauh.
Namun dalam salinan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut, pasal 45, 45 A, dan 45 B Undang-Undang tersebut terkait dengan besaran ancaman hukuman kurungan penjara dan denda terhadap para pelanggar.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.