Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tes Wawasan Kebangsaan di KPK Dinilai Tidak boleh Jadi Screening Ideologi

Usman mengatakan, jika hal tersebut dilakukan maka hal tersebut sama saja mundur ke era pra-reformasi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Tes Wawasan Kebangsaan di KPK Dinilai Tidak boleh Jadi Screening Ideologi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ilustrasi KPK. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai Tes Wawasan Kebangsaan di lingkungan KPK tidak boleh dijadikan dalih untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang punya pandangan politik dengan pemerintah.

Usman mengatakan, jika hal tersebut dilakukan maka hal tersebut sama saja mundur ke era pra-reformasi.

Hal tersebut disampaikan Usman menanggapi kabar adanya sekira 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes “wawasan kebangsaan” untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Tes Wawasan Kebangsaan ini tidak boleh dijadikan dalih untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang dianggap memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah. Itu sama saja mundur ke era pra-reformasi, tepatnya pada 1990, ketika setiap pegawai negeri harus melalui 'litsus atau penelitian khusus' atau “bersih lingkungan” yang diskriminatif," kata Usman pada Selasa (4/5/2021).

Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya, kata Usman, jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan.

Baca juga: Santer Isu Novel Baswedan akan Diberhentikan dari KPK, Apa Kata Firli Bahuri?

Menurutnya hal tersebut jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang.

BERITA REKOMENDASI

Menurut standard hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia, kata dia, pekerja seharusnya dinilai berdasarkan kinerja dan kompetensinya, bukan ‘kemurnian’ ideologisnya. 

"Di masa lalu, Litsus semacam ini menimbulkan masalah ideologis atas pendidikan dan menjauhkan banyak orang yang memenuhi syarat sebagai pegawai negeri akibat kriteria yang tidak jelas dan diterapkan secara tidak merata. Mengapa hanya KPK? Ada apa?” kata Usman 

Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui Tes Wawasan Kebangsaan tersebut, kata dia, merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara.

"Sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi Orde Baru, saat ada Penelitian Khusus (Litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia," kata Usman.

Baca juga: Hakim MK Bilang Jokowi Siapkan DIM RUU KPK Kurang dari 24 Jam, Padahal Punya Waktu 60 Hari

Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjamin “hak atas kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan.”

Selain itu, hak individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan telah dijamin dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang isinya: “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.”

Definisi diskriminasi juga telah dijabarkan dalam Konvensi ILO tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1999, sebagai “setiap pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul yang berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan.” 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas