Dunadi Ceritakan Angka-angka 'Keramat' di Balik Patung Bung Karno
Sebelum membuat monumen Bung Karno, Dunadi mengaku sempat mengalami hal-hal gaib.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
Itu pertama kali saya menciptakan patung yang besar itu. Itu patung empat meter. Dari situ saya berpengalaman. Akhirnya saya mendatangkan keluarga Pak Yani.
Untuk melakukan riset. Karena saya kan' hanya medium. Dulu Pak Yani bagaimana karakternya, sikapnya, badannya seperti apa, itu keluarga yang memberi masukan.
Baca juga: Anggota Dewan Pembina Gerindra Mulyadi Ziarah ke Makam Soekarno dan Soeharto
Kalau udah di ACC dari pihak keluarga baru kita bikin berita acara kalau ini sudah selesai model. Baru proses cetak.
Jadi dari modeling itu ada pembenahan kurang apa, proporsi kurang pas kita perbaiki. Itu sangat berkesan sekali. Proses patung itu tergantung besar dan kecilnya.
Kedua dari bahannya apa. Kalau tembaga agak lama. Kemudian proses yang agak lama sebenarnya proses modeling. Menentukan dana patung itu dari modeling itu.
Karena step by step dari proses perencanaan bagaimana baiknya kita menentukan besar kecilnya, jarak pandangnya, konstruksinya bagaimana, geraknya bagaimana.
Setelah disetujui owner baru kita bikin maket, misal 30 cm, kita skala kebutuhan kita bisa dijadikan 6 meter. Dari skala itu kita besarkan dari insting saja.
Kalau di studio bisa dilihat proses-prosesnya. Dari situ sebenarnya penjiwaan kita, talenta kita, kita curahkan di situ.
Komposisi Bung Karno misalnya itu ideal sekali. Banyak orang bikin patung Bung Karno banyak persis, pakai peci, pakaiannya khas. Tapi dari segi karakternya belum tentu.
Itu yang sulit, belum bicara geraknya, ekspresinya, perlu penjiwaan, perlu istilahnya ya kalau talentanya kuat, terwujud saja. Cuma isinya kan' belum tentu.
Bagaimana awalnya Anda bisa diminta untuk membuat patung Bung Karno di Lemhannas?
Prosesnya itu, saya dapat pekerjaan dari FX Rudy Wali Kota Solo. Mau bikin patung yang diletakkan di Manahan. Beliau bikin patung, "Pak tolong saya dibikinkan patung yang kayak di Blitar,". Saya kaget juga, di Blitar itu kan' karyanya orang lain.
Pak Rudy bilang, "Tidak apa-apa ini kan' perintah dari PDI. Saya kan' pecinta Bung Karno,". Kalau saya rubah gini gimana pak biar tidak sama seperti di Blitar, tapi katanya harus sama dan kalau bisa lebih baik. Ya sudah saya bikin tapi lebih besar jadi 3 meter.
Tanggapannya bagus, kebetulan Pak Rudy sering mengantar Bu Mega kalau di Solo, Bu Mega melihat wah patungnya bagus.
Kemudian Pak Rudy manggil saya lagi, katanya Ibu mau bikin patung seperti yang di Manahan. Tapi tolong kalau bisa yang lebih besar lagi, rencana untuk mengganti patung yang di Lemhannas.
Karena di Lemhannas itu kan' patungnya terlalu kecil yang di depan. Kalau bisa dibikin seperti yang itu, baca buku, biar temanya sama seperti di Lemhannas, pendidikan, dan dibikin yang lebih besar, tapi jangan sampai menutupi gedung.
Saya bikin perencanaan dan model yang lebih besar sekitar 4 meter. Kemudian dudukannya itu semua sudah saya rancang. Itu ada artinya.
Jadi dudukan itu yang paling bawah itu segi lima, kemudian yang atasnya lagi dudukannya itu segi empat, dudukan yang ketiga itu segi delapan, dengan maksud itu 8 Agustus. Kalau itu dijumlah, empat, lima, dan delapan, itu jadi 17.
Jadi 5 bawah landasan, itu bermakna Pancasila. Beliau proklamator juga berPancasila, pencetus juga. Kemudian 5, 4, 8, dijumlah 17. 17 harinya, 8 bulannya, 45 tahunnya. (tribun network/denis destryawan)