Saling Serang Pernyataan PDIP-Demokrat, Julukan SBY Bapak Bansos hingga Sinyal Tutup Pintu Koalisi
Hasto Kristiyanto melontarkan sejumlah pernyataan mulai dari julukan SBY sebagai bapak bansos Indonesia hingga menutup pintu koalisi dengan Demokrat.
Penulis: Daryono
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
Andi mengatakan bahwa Jokowi bukan merupakan kader yang dididik di PDIP sejak lama.
"Jauh lebih lama Puan Maharani atau pun Megawati sendiri. Jokowi sebagai kader kost di PDIP pun bukan mengalahkan kader Demokrat. Bahkan prestasi dalam menjabat kita bisa saksikan jauh lebih baik di zaman kader Demokrat menjadi presiden hampir di semua bidang," ucapnya.
Baca juga: Hasto: Urusan Penanganan Bencana, Ibu Megawati Lebih Heboh dari Pemilu
Andi juga mempertanyakan pengetahuan dan pemahaman Hasto soal ideologi partai.
Pertanyaan Andi menjawab pernyataan Hasto yang menyebut PDIP tak ingin berkoalisi dengan Partai Demokrat karena memiliki basis ideologi berbeda.
"Pernyataan bahwa PDIP tidak mungkin berkoalisi dengan Demokrat pada kenyataannya sejak Pilpres 2004 memang belum pernah terjadi. Bukan karena soal ideologi, ngerti apa Hasto soal ideologi? Terlalu jauh kalau soal ideologi," pungkasnya.
Sementara itu, soal julukan SBY sebagai bapak bansos, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengatakan pernyataan itu muncul karena adanya kekecewaan.
"Terkait dengan upaya Hasto mendiskreditkan Pak SBY yang dijuluki sebagai Bapak Bansos, kami pandang sebagai ekspresi kekecewaan. Karena pada masa itu (Megawati) dua kali berturut-turut kalah dalam Pemilu berhadapan dengan Pak SBY," kata Kamhar kepada Tribunnews, Jumat (28/5).
Kamhar menjelaskan, semua pihak yang mengerti ekonomi dan kebijakan publik bisa memahami dan menerima bahwa kebijakan SBY pada masa itu sangat tepat dengan memberi program Bansos dan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Baca juga: Sudah Tiga Tahun Berturut-turut, Rumah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Terkena Banjir
Hal itu dilakukan SBY untuk menjaga daya beli masyarakat yang kala itu terjadi krisis ekonomi global pada 2008.
"Dan sebagai kompensasi atas kenaikan BBM sehingga perekonomian nasional tetap terjaga dan terus tumbuh," ujarnya.
(Tribunnews.com/Daryono/Chaerul Umam)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.