Muncul Desakan KPI Dibubarkan, PSI: Sudah Tidak Ada Gunanya, Sebaiknya Bubar Saja
Juru Bicara PSI, Dara Nasution menyebut partainya menuntut pemerintah dan DPR RI untuk membubarkan KPI.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akhir-akhir ini menjadi sorotan publik.
Hal tersebut setelah munculnya kasus pelecehan seksual dan perundungan yang terjadi di lingkungan kantor KPI Pusat.
Tak hanya itu, sorotan tertuju kepada Ketua KPI Pusat, Agung Suprio menyebut penyanyi dangdut Saipul Jamil boleh tampil di televisi setelah bebas dari penjara atas kasus pencabulan dan suap.
Bahkan, nama Agung Suprio sempat menjadi trending topic di Twitter sejak Jumat (10/9/2021).
Baca juga: Ernets Prakasa Blokir Nomor Ketua KPI karena Geram soal Kasus Pelecehan: Saya Sudah Tidak Percaya
Baca juga: Berawal dari Telepon Komisioner, Korban Pelecehan di KPI Diminta Cabut Laporan dan Diajak Berdamai
Namun, tidak hanya soal Saipul Jamil, KPI juga diduga mengintimidasi korban pelecehan seksual, MS, agar mencabut laporannya dan berdamai.
Buntutnya, desakan agar KPI dibubarkan mencuat ke publik.
Banyak warganet yang mendukung hingga nama 'KPI Dibubarkan' sempat menjadi trending topic beberapa waktu yang lalu.
Terbaru, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui juru bicaranya, Dara Nasution juga menuntut pemerintah dan DPR RI untuk membubarkan KPI.
Baca juga: Pengacara Terduga Pelaku Pelecehan di KPI Bantah Paksa Korban Berdamai: Itu Dusta
Baca juga: Korban Pelecehan Seksual di KPI Akui Mengalami PTSD, Apakah Itu?
Tuntutan itu muncul terkait dugaan intimidasi yang korban pelecehan seksual MS agar korban mencabut laporannya.
"Dugaan intimidasi kepada korban MS supaya mencabut laporannya menunjukkan bahwa KPI tidak benar-benar serius mengawal kasus ini."
"Kalau mengawal kasus di internal saja tidak mampu, berarti KPI sudah kehilangan legitimasi untuk mengurusi moral bangsa. Sudah tidak ada gunanya, sebaiknya KPI bubar saja," ujar Dara, kepada wartawan, Jumat (10/9/2021), dikutip dari Tribunnews.
Dia menambahkan, dari tahun ke tahun, masyarakat hampir tidak pernah mendengar kinerja positif dari KPI.
Menurutnya, masyarakat hanya terus menerus disodorkan dengan kontroversi demi kontroversi.
"Mulai dari membatasi lagu di radio, sensor iklan Shopee, mau mengawasi Netflix. Di sisi lain, kualitas tayangan TV nasional juga tidak ada perbaikan," kata Dara.
Dara juga menyinggung anggaran operasional KPI yang mencapai Rp60 miliar.
Dia mengaku tak rela uangnya yang dibayarkan ke negara melalui pajak harus digunakan membiayai lembaga yang tak becus bekerja.
"Sebagai pembayar pajak, kami tidak rela uang kami dipakai membiayai lembaga yang performanya tidak becus dan tersangkut skandal seks. Di masa pandemi ini, lebih baik anggaran untuk KPI digunakan membantu rakyat," kata Dara.
"Apa yang dialami oleh MS adalah potret buram penanganan kekerasan seksual di negeri ini. Ini seperti melihat kasus Ibu Baiq Nuril terulang kembali."
"Tentu ini preseden buruk karena akan berpotensi membungkam korban-korban lainnya. Pihak kepolisian mestiny lebih berpihak pada korban," jelasnya.
Kuasa Hukum Benarkan Korban Diminta Damai dan Cabut Laporan
Anggota kuasa hukum MS, terduga korban pelecehan seksual dan perundungan di KPI, Rony E. Hutahaean membenarkan adanya pertemuan kliennya dengan terduga terlapor di Kantor KPI difasilitasi oleh pihak instansi.
Hal itu didasarkan pada tempat pertemuan kelima terlapor dengan MS yang terjadi di kantor KPI.
"Ya sudah pasti (difasilitasi), karena kan (bertempat di) kantor KPI," kata Rony saat dihubungi wartawan, Jumat (10/9/2021), dikutip dari Tribunnews.
Baca juga: Diundang ke Kantor KPI, Korban Pelecehan Mengaku Diminta Teken Surat Damai
Diketahui, MS telah melakukan pertemuan dengan kelima terduga pelaku tanpa didampingi kuasa hukum.
Pada pertemuan itu, kata Rony, terdapat rencana untuk kedua pihak melakukan perdamaian dengan persyaratan MS dapat mencabut laporannya.
"Setelah saya konfirmasi dengan klien kami bahwa rencana perdamaian yang ditawarkan kelima terduga pelaku itu adalah benar adanya dan itu adalah dilakuan pertemuan pada hari Selasa dan hari Rabu di kantor KPI Pusat," ucapnya.
"Berdasarkan keterangan klien kami bahwa kelima terduga pelaku menawarkan perjanjian perdamaian di atas kertas dengan berbagai syarat."
"Salah satunya adalah klien kami disodorkan untuk mencabut surat laporan polisi di Polres Jakarta Pusat agar tidak dilanjutkan," sambung Rony.
Pada poin persyaratan selanjutnya kata Rony, MS diminta agar mengakui atau menyampaikan kepada media bahwa perundungan dan pelecehan seksual itu tidak pernah terjadi.
Baca juga: Ketua KPI Disorot Lagi, Ngomong di Acara Konten Kreator tapi Kabur dari Talkshow Jurnalistik
"Atau kata lain bahwa dia harus meminta maaf kepada khalayak banyak bahwa dia tidak mengalami seperti apa yang diuraikan di dalam press releasenya dia," ucapnya.
Rony mengaku kehabisan akal dengan langkah tersebut, karena tidak melibatkan pihaknya dalam hal ini kuasa hukum.
Padahal, kata Rony, kasus terkait dengan dugaan pelecehan seksual di KPI Pusat telah masuk dan diproses secara hukum.
"Kalau pun nanti ada penawaran yang disampaikan oleh kelima terduga pelaku sampaikanlah kepada Polres Jakarta Pusat karena ini adalah masuk proses penyelidikan di Jakarta Pusat agar polres Jakarta Pusat sendiri yang memberikan keputusan atas perkara ini," bebernya.
Dengan adanya pertemuan ini, berdasarkan keterangan MS, ada keterlibatan dari pihak KPI dalam hal ini Komisioner.
Hanya saja, dia enggan menyebutkan siapa nama komisioner yang dalam artian memfasilitasi pertemuan MS dengan kelima terlapor itu tanpa kuasa hukum.
"Ada menurutnya (Komisioner) ada yang memfasilitasi tapi kami tidak bisa menyebutkan namanya," tukasnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Vincentius Jyestha Candraditya/Rizki Sandi Saputra)