Santunan Rp 30 Juta kepada Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang, Ditjenpas: Itu Kemampuan Kami
Dirinya menyebut pemberian uang senilai Rp 30 juta untuk santunan duka ditambah Rp 6,5 juta untuk keperluan pemakaman jenazah.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Namun, uang senilai Rp6 juta yang mulanya dianggarkan untuk keperluan ambulance dan peti jenazah, kata dia tetap diserahkan kepada pihak keluarga.
"Kita sudah siapkan (ambulance dan peti) tapi dia nggak mau karena pengin yang terakhir, ya kita kasihkan (uang itu) semuanya," tukasnya.
Sebelumnya, dasar pemberian uang santunan dari Kementerian Hukum dan HAM terhadap keluarga korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang dipertanyakan.
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengaku tergelitik ketika Menteri Hukum dan HAM melalui Yasonna Laoly mengatakan akan memberikan uang senilai sekira Rp 30 juta kepada keluarga korban.
Menurutnya uang senilai sekira Rp 30 juta tersebut tidak sepadan dengan hilangnya nyawa di bawah tanggung jawab Yasonna.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk Tragedi Lapas Tangerang: Di Mana Tanggung Jawab Negara? pada Minggu (12/9/2021).
"Pemerintah harus menjelaskan Rp 30 juta ini uang apa? Jangan kemudian ada kesan kalau kemudian ini tidak dijelaskan oleh negara, oleh pemerintah, oleh Yasonna Laoly, kesan bahwa uang Rp 30 juta ini agar kemudian korban tidak lagi menuntut hak-haknya kepada pemerintah," kata Hussein.
Padahal, menurutnya korban mempunyai hak atas tanggung jawab pemerintah karena para korban sudah ditempatkan di tempat yang tidak layak, berjubel, di mana nyawa mereka terenggut dalam lapas yang pengelolaannya merupakan tanggung jawab pemerintah.
"Harus jelaskan kepada publik itu," kata Hussein.
Pakar hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi juga menyebut langkah pemberian santunan terhadap keluarga korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang tersebut perlu dikritisi meski harus dimaknai sebagai inisiatif yang "baik".
Ia mempertanyakan dari mana asal anggaran santunan tersebut.
"Pos anggarannya dari mana? Karena kalau pakai anggaran negara kan harus dari Kementerian Keuangan. Kalau misalkan itu uang dari Kementerian Kumham pasti akan mengambil dari pos-pos anggaran yang lain. Atau dari non budgeternya menteri? Itu ada potensi korupsi di situ," kata dia.
Untuk itu ia mengatakan audit keamanan dan penanggulangan bencana di lapas penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kesiapan lapas di Indonesia dalam menghadapi bencana.
"Kalau dilihat 13 lapas terbakar dalam kurun waktu 2 tahun itu menunjukkan bahwa audit keamanannya tidak serius. Jadi harus dievaluasi menteri dan Dirjen PAS-nya," kata Fachrizal.