Pemerintah Tegaskan RUU KUHP Tak Akan Dibahas Ulang
Dia merinci negara-negara di Amerika Utara dan Eropa Barat sudah melakukan perubahan paradigma hukum pidana sejak 1990
Penulis: Reza Deni
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan RUU carryover, termasuk RUU KUHP, tidak akan dibahas ulang, sehingga pemerintah dan Komisi III DPR akan mencari format pembahasannya.
"Bagaimana carry over ini, apakah langsung disahkan atau tidak. Tapi kalau carry over itu sebenarnya langsung disahkan di Rapat Paripurna," kata Eddy dalam webinar yang diselenggarakan Partai Gelora bertajuk 'Revisi KUHP Menjawab Kebutuhan Zamankah?', Jumat (1/10/2021).
Pemerintah menyadari betul ketika RUU ini ditarik hingga pandemi saat ini, tim ahli pemerintah terus melakukan kajian dan menyempurnakan naskah RUU KUHP tersebut.
"Ada 14 isu krusial yang menjadi kontroversial di masyarakat, yang dilakukan kajian" katanya.
Baca juga: Legislator PPP Cerita 22 Delegasi Datangi DPR dan Sampaikan Pandangan soal Delik Kesusilaan RKUHP
Menurutnya, RUU KUHP 2021 ini menjawab tantangan zaman, karena telah menggunakan paradigma hukum pidana modern, yang sebenarnya sudah 30 tahun kita ketinggalan.
Dia merinci negara-negara di Amerika Utara dan Eropa Barat sudah melakukan perubahan paradigma hukum pidana sejak 1990, yang mana tidak lagi berorentasi pada keadilan kontrbutif, tapi pada keadilan korektif, keadlian restoraktif dan keadilan rehabilitatif.
"Inilah yang kemudian diadopsi dalam buku satu RUU KUHP, dimana pidana penjara adalah pidana akhir, masih ada pidana denda, masi ada pidana kerja sosial, masih ada pidana pengawasan, masih ada pidana percobaan," katanya.
Sehingga, lanjut Eddy, ketika pemerintah menyusun ancaman pidana dalam buku dua, pemerintah mencoba untuk mensimulasikan.
Baca juga: Pelanggar PPKM Darurat Diancam Pasal Pidana UU Kekarantinaan dan KUHP
"Jika ancaman pidana tidak sampai 4 tahun, maka hakim menjatuhkan pidana kerja sosial. Apabila tidak lebih dua tahun, bisa pidana pengawasan, dan dibawa satu tahun bisa pidana percobaan, serta diutamakan pidana denda," tambahnya.
Dalam titik yang paling ekstrem, jika menjatuhkan pidana penjara, maka ada kriteria pedoman pemidanaan hingga 15 item dan apabila terpenuhi baru pidana penjara dijatuhkan.
"RUU KUHP ini sudah mengadopsi hukum pidana modern, reintegrasi sosial dalam pengertian seorang narapidana atau terpidana itu, adalah orang yang harus direhabilitasi dan diperbaiki tidak mengulangi perbuatan dan bermanfaat bagi masyarakat," katanya.
Eddy pun meminta Komisi III DPR membahas sebatas pasal-pasal yang bersifat kontroversial saja, dan pemerintah telah melakukan sosialisasi di 12 kota.
Baca juga: Mahfud Sebut 3 Hal yang Menjadi Penyebab Perdebatan Mengenai KUHP
"Sementara mengenai pasal-pasal yang menjadi perdebatan di publik, pemerintah membuat tiga kemungkinan," katanya.
Pertama pemerintah bergeming dan tetap pada pasal-pasal yang ada. Kedua yakni pemerintah melakukan reformulasi pasal-pasal RUU KUHP.
"Ketiga pemerintah mengusulkan penghapusan-penghapusan pasal seperti pasal pemidanaan terhadap dokter dan dokter gigi, karena dianggap overlapping dengan UU Praktek Kedokteran," pungkasnya