Catatan Hukum DPN Peradi untuk Pemerintahan Jokowi
Peradi mengapresiasi sejumlah capaian kinerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2021
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengapresiasi sejumlah capaian kinerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2021, di antaranya bidang ekonomi, pembangunan infrastruktur, politik hingga sosial.
Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan, dalam konferensi pers Catatan Awal Tahun Peradi dan rangkaian Dirgahayu Ke-17 Peradi di Jakarta, Jumat (7/1/2022) menyampaikan, pihaknya juga mengapresiasi capaian pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Baca juga: Bursa Calon Gubernur DKI Jakarta untuk Pilkada 2024, Ada Nama Menteri Hingga Putra Jokowi
“Dalam menanggulangi pandemi, Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di Asia, juga di dunia. Salah satunya,” ujarnya.
Namun demikian, kata Otto, Peradi yang merayakan dirgahayu ke-17, menyayangkan minimnya perhatian pemerintah atau Jokowi di bidang hukum, termasuk minimnya perhatian kepada advokat. Ia mengaku belum pernah mendengar Jokowi menyampaikan kata advokat dalam pidatonya.
“Saya belum pernah mendengar, mungkin yang lain sudah, presiden terucap dari mulutnya tentang kata-kata advokat sekali pun di dalam pidatonya. Dan hal inilah yang perlu dicatat, di sini terlihat bahwa presiden tidak memberikan perhatian yang cukup,” ujarnya.
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun 2021, DPC Peradi Solo Gelar Diskusi soal Restorative Justice
Peradi menilai bahwa Presiden Jokowi belum berkehendak sebagai panglima dalam penegakan hukum. Sebagai panglima penegakan hukum, Presiden harus mampu mengordinir seluruh penegakan hukum.
Minimnya perhatian kepada advokat karena Presiden hanya menganggap penegak hukum itu adalah polisi, jaksa, hakim, dan KPK. Padahal, advokat termasuk penegak hukum yang setara dengan penegak hukum lainnya dan juga mempunyai andil besar dalam penegakan hukum.
Catatan penting Peradi lainnya, lanjut Otto, adalah soal peradilan. Peradi meniai bahwa peradilan masih jalan di tempat karena tidak ada hal yang luar biasa yang dilakukan lembaga tersebut.
“Mahkamah Agung, pengadilan negeri, dan pengadilan tinggi yang kita lihat dari putusan-putusannya. Karena seorang hakim itu bisa dilihat dari putusannya,” ujar Otto.
Putusan adalah mahkota dari seorang hakim. Selama tahun 2021, Peradi menilai tidak ada suatu putusan pengadilan yang menjadi tonggak batas atau landmark. Ini disinyalir karena terjadi demotivasi hakim, khususnya di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
“Motivasi hakim itu menjadi luntur dan lemah karena adanya sistem rekrutmen hakim yang selama ini melibatkan Komisi Yudisial dan DPR,” ujarnya.
Demotivasi terjadi karena para hakim, khususnya di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, berpendapat bahwa dengan membuat putusan yang baik pun belum tentu membuatnya bisa menjadi hakim agung yang menjadi impian hakim dalam kariernya.
“Semuanya sudah dipatahkan, cita-cita menjadi hakim agung itu dengan adanya sistem rekrutmen yang diberikan kepada KY dan DPR sehingga terjadi kelesuan dan tidak adanya motivasi bagi hakim untuk membuat putusan yang baik,” ujarnya.