14 Tahun Soeharto Wafat: Ini Kisah sang Jenderal Bintang 5 yang Justru Takut saat Disoraki Bocah SD
Hari ini, tepat 14 tahun lalu, Presiden ke-2 RI Soeharto wafat di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Editor: Malvyandie Haryadi
Dalam sejarah TNI, terdapat tiga perwira yang menyandang tanda kehormatan tersebut.
Baca juga: Kenang Mendiang Ayah, Tutut Soeharto: Beliau Membawa Indonesia dari Negara Miskin Menuju Berkembang
Ketiganya yakni Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar AH Nasution.
Lalu yang terakhir adalah Jenderal Besar Soeharto.
Dalam perjalanan karirnya sebagai prajurit TNI, Soeharto melewati berbagai tugas dan operasi.
Mengutip dari laman TNI, awal karirnya dimulai sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah, Pada 1 Juni 1940.
Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral.
Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong serta resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.
Sebelumnya, saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1942, ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu.
Setelah berpangkat sersan tentara KNIL, dia kemudian menjadi komandan peleton, komandan kompi di dalam militer yang disponsori Jepang yang dikenal sebagai tentara PETA, komandan resimen dengan pangkat mayor, dan komandan batalyon berpangkat letnan kolonel.
Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel.
Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi.
Baca juga: 100 Tahun Lahirnya Soeharto, Ini Profil Presiden Kedua RI dengan Masa Jabatan Terlama
Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.
Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yangberhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam.
Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.
Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953).
Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang.
Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro.
Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.
Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD).
Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd, Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman).
Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar.
Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution.
Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.
Dan di tahun 1968 ia menjabat sebagai Presiden RI ke dua sampai tahun 1998.
Sementara dikutip dari Surya, sebagai seorang militer yang telah kenyang berbagai pertempuran besar, Soeharto pernah dianugerahi kehormatan tertinggi sebagai Jenderal Besar TNI.
Ia wafat pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
Karir Soeharto yang menjadi semacam batu loncatannya untuk menduduki Presiden RI adalah saat menjabat sebagai Pangkostrad pada 6 Maret 1961.
Awalnya, KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil di akhir tahun 1960, yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.
Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang tetap menjabat sebagai panglimanya (Pangkostrad).
Pada saat yang bersamaan, Soeharto juga menjabat sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat berpangkat Mayor Jenderal.
Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karir Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Sebagian berita tayang di Tribun Jatim dengan judul: Bukan Senang, Soeharto Malah Khawatir Saat Disoraki Bocah, Ketakutan Terbukti Saat Kekuasan Jatuh?