Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Kebijakan Publik Minta BPOM Fair Terkait Pelabelan BPA Free Galon Guna Ulang

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, BPOM harus adil dalam hal pelabelan BPA Free khusus galon guna ulang yang memicu keresahan masyara

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
zoom-in Pakar Kebijakan Publik Minta BPOM Fair Terkait Pelabelan BPA Free Galon Guna Ulang
Shutterstock
Penggunaan galon guna ulang. 

Menurut Rita, arah dari policy brief yang telah digulirkan sejak awal 2021 itu adalah pencantuman label risiko BPA pada semua produk air minum dalam kemasan.

"Redaksinya nanti bisa berupa kalimat 'mungkin/dapat mengandung BPA' untuk galon yang menggunakan plastik polikarbonat," katanya merujuk pada insiatif pelabelan "BPA Free" (Bebas BPA) yang telah diadopsi pemerintah di sejumlah negara, termasuk di Amerika Serikat dan Perancis.

BPA adalah bahan baku utama yang menjadikan Polikarbonat -- jenis plastik kemasan yang jamak dijumpai pada produk galon isi ulang -- mudah dibentuk, tahan panas dan awet.

Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius.

Lantaran itu lah, sejak 2019, BPOM menetapkan batas migrasi maksimal BPA sebesar 0,6 bagian per juta (mg/kg) pada semua air minum kemasan.

Berkaitan dengan hal itu, BPOM secara rutin mengecek kepatuhan industri AMDK atas batas migrasi BPA itu.

Di Senayan, anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina memberi aplus. "Saya minta BPOM membuat aturan setiap wadah plastik untuk tidak ada kandungan BPA dengan ditandai ada label 'BPA free'," katanya dalam sesi dengar pendapat dengan Kepala BPOM, Penny K Lukito, pada November.

Berita Rekomendasi

Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia, Budi Dharmawan menyatakan mendukung inisiatif BPOM ini.

"Sepanjang rancangan kebijakan BPOM memang berlatar keinginan untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas, kami mendukungnya," kata  Budi Dharmawan.

Menurut Budi, penolakan lobi industri atas rancangan kebijakan pelabelan itu lebih karena persaingan memperebutkan pasar air minum kemasan bermerek di kalangan masyarakat menengah ke atas yang angkanya mencapai 35 miliar liter per tahun.

"Ini sebenarnya hanya pertarungan di level dewa," katanya merujuk pada persaingan antara perusahaan-perusahaan galon isi ulang bermerek yang produknya menggunakan plastik Polikarbonat yang mengandung BPA dan telah 40 tahun lebih menguasai pasar versus sejumlah pemain baru yang produknya menggunakan plastik lebih berkelas dan bebas BPA.

"Bagi kami, andai konsumen datang untuk isi ulang ke depot dengan membawa ember tetap akan kami layani," kata Budi menyebut fokus bisnis industri depot air minum adalah penyediaan air bersih untuk kalangan menengah ke bawah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas