Ramai Kritikan Aturan Baru JHT, Stafsus Kemnaker Sebut Pemerintah Sudah Siapkan Alternatif
Ramai kritikan soal aturan baru terkait JHT, pemerintah telah menyiapkan jaminan sosial/bantuan sosial.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM- Aturan baru pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan terus menuai kritikan.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan pemerintah telah menyiapkan alternatif terkait aturan baru JHT.
Menurutnya, pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial menjadi satu diantara alternatif untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan JHT.
"Banyak temen-temen juga yang resign atau PHK, mereka membutuhkan uang untuk modal usaha, kita pemerintah menyatakan kepada semua yang resign atau terkena PHK, jika mau buka usaha tidak perlu ambil JHT," tutur Dita dalam acara Kabar Petang tvOne, Minggu (13/2/2022)
"Kami menyediakan kanal untuk bantuan usaha kecil. jadi ada jaminan sosial, ada bantuan sosial yang bentuknya hibah," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Peraturan kali ini dikritik karena salah satu pasalnya, yaitu pasal 3 berbunyi, "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun."
Ida meneken aturan tersebut pada 2 Februari 2022 dan diundangkan pada 4 Februari 2022.
Aturan tersebut mencabut Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat JHT.
Baca juga: Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun Dinilai Sesuai UU SJSN, Tapi Situasi Saat Ini Belum Tepat
Baca juga: JHT Baru Cair di Usia 56 Tahun, Said Didu Duga Pemerintah Sedang Kesulitan Dana
Dalam hal ini, pemerintah juga menawarkan program bagi peserta pekerja yang ingin mencairkan dana saat kehilangan pekerjaan, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Untuk diketahui, JKP merupakan program ke-5 dari BPJS Ketenagakerjaan, setelah JHT, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Pensiun.
Yang membuat berbeda dengan empat program pendahulunya, JKP dikhususkan untuk peserta yang kehilangan pekerja maupun yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
JKP memberikan manfaat berupa uang tunai, akses ke informasi kerja, bimbingan dan konseling karier, serta pelatihan kerja.
Mengutip laman Instagram BPJS Ketenagakerjaan, manfaat uang tunai akan diberikan kepada peserta paling lama enam bulan.
Peserta bisa mendapatkan manfaat setelah lolos verifikasi, termasuk memenuhi syarat.
"Dulu, JKP tidak ada, maka wajar jika dulu teman-teman ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT," kata Dita.
"Nah, dengan JKP, korban PHK tentu tak hanya mendapatkan pesangon dari perusahaan tempat ia bekerja."
"Tetapi, juga bisa mendapatkan bagian JKP dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis, dan akses lowongan kerja. Employment benefit plus plus," imbuhnya.
Baca juga: Pengambilan JHT di Usia 56 Tahun Tidak Tepat Karena Marak Kerja Kontrak dan Outsourcing
Baca juga: Polemik JHT Cair saat Usia 56 Tahun, Stafsus Menaker: Manfaatnya untuk Masa Depan Bukan Sekarang
Tetapi, tidak semua pekerja dapat mencairkan JKP.
Seperti diwartakan Tribunnews.com, menurut Peraturan Kemnaker Nomor 37 Tahun 2021, Pasal 20 Ayat 1, manfaat JKP tidak dapat diberikan untuk pekerja yang terkena PHK yang dikarenakan:
1. Mengundurkan Diri;
2. Cacat Total Tetap;
3. Pensiun;
4. Meninggal Dunia.
Sedangkan, manfaat JKP bagi Pekerja dengan Perjanjian Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak dapat diberikan jika PHK oleh pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya masa kontrak.
Kemudian dalam Pasal 20 Ayat 3 disebutkan, PHK dapat dibuktikan dengan tiga cara:
1. Bukti diterimanya PHK oleh pekerja dan tanda terima laporan PHK dari dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
2. Perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial dan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama;
3. Petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(Tribunnews.com/MilaniResti/YunitaRahmayanti)