Sekjen PDIP Sebut Penundaan Pemilu akan Ciptakan Krisis dan Merusak Kualitas Demokrasi
Hasto juga melihat Presiden Jokowi juga mengantisipasi dampak perang Rusia-Ukraina pada inflasi serta kenaikan harga barang dan pokok.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menilai tidak ada hal yang mendesak bagi pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menuda pelaksanaan Pemilu 2024.
PDIP yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri juga memandang Perppu untuk menunda Pemilu sama saja melecehkan konstitusi dan kualitas demokrasi.
"Kalau Perppu kan untuk kegentingan yang memaksa. Tetapi berkaitan dengan penundaan pemilu itu kan ranahnya kepada konstitusi, kepada hukum dasar. Dan mengubah itu harus melalui amandemen," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditanya awak media mengenai isu penerbitan Perppu untuk penundaan Pemilu, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, MPR: Baru Wacana Ruang Publik, Tidak Perlu Direspons
Hasto juga mengingatkan pesan Presiden Joko Widodo bahwa pemerintah saat ini fokus menghadapi persoalan pandemi Covid-19.
Hasto juga melihat Presiden Jokowi juga mengantisipasi dampak perang Rusia-Ukraina pada inflasi serta kenaikan harga barang dan pokok.
"Itu skala prioritas terpenting bagi pemerintahan saat ini. Dan menyiapkan kepemimpinan Indonesia G20," jelas Hasto.
Bagi PDIP, lanjut Hasto, tidak ada alasan untuk menunda pemilu.
Politikus asal Yogyakarta itu menyampaikan hal itu merupakan sikap Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan wajib menjadi kesadaran partai taat pada konstitusi.
"Konstitusi itu ada rohnya, ada jiwanya, ada spiritnya, yang mengatur kehidupan bersama sebagai bangsa. Ini yang harus kami lakukan dan perpanjang pemilu yang berimplikasi pada perpanjangan jabatan ini, kan, sebenarnya juga tidak senapas dengan membangun kultur demokrasi yang sehat," jelas Hasto.
Alumnus UGM itu juga menyatakan periodisasi presiden per lima tahun dalam rangka menjaga kultur demokrasi dan regenerasi kepimimpinan nasional di Indonesia.
Para kandidat berproses dari bawah ke atas.
"Itu kualitas demokrasi yang harus dihormati. Jadi ketika kultur ini kemudian dirombak maka bisa menciptakan krisis, ini yang tidak diinginkan PDI Perjuangan,” pungkas Hasto.