Kemendikbudristek Disarankan Hentikan Pembahasan RUU Sisdiknas, Ini Alasannya
RUU Sisdiknas dinilai memiliki grand design yang memposisikan pendidikan nasional sebagai komoditi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Kajian dan Riset Kebijakan Pendidikan NU Circle Ki Bambang Parma menyarankan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dihentikan.
Ki Bambang mengatakan terdapat beberapa permasalahan dalam naskah RUU Sisdiknas.
"RUU Sisdiknas ini memiliki dampak tidak hanya pada dunia pendidikan, akan tetapi juga pada jati diri bangsa," ujar Ki Bambang melalui keterangan tertulis, Jumat (18/3/2022).
Dia menilai RUU Sisdiknas memiliki grand design yang memposisikan pendidikan nasional sebagai komoditi. Pendidikan nasional, kata Ki Bambang, masuk dalam ranah bisnis dan perdagangan.
Selain itu, RUU Sisdiknas dianggap melepaskan tanggung jawab negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Negara itu diberi mandat oleh Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi dalam RUU ini tanggung jawab negara itu dilepaskan," tutur Ki Bambang.
RUU Sisdiknas, kata Ki Bambang, berupaya membentuk manusia Indonesia yang individualis. Ki Bambang mengatakan RUU Sisdiknas menanamkan Pancasila sebagai doktrin.
Baca juga: Kemendikbudristek: Pembahasan RUU Sisdiknas Bakal Minta Masukan Perguruan Tinggi
Pancasila, menurutnya, bukan sebagai sistem nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia.
"RUU ini membangun perspektif Pancasila sebagai doktrin. Ini tak ubahnya seperti Orde Baru," jelas Ki Bambang.
Dia mengatakan RUU Sisdiknas dapat menjauhkan anak-anak Indonesia dari identitas dan jati diri bangsa Indonesia.
Menurutnya, anak Indonesia dijejali budaya asing atas nama kebhinekaan global dengan kewajiban berbahasa asing sehingga menihilkan kebudayaan Nusantara.
RUU Sisdiknas dikemas sebagai kebijakan terpusat sehingga bias terhadap otonomi daerah.
"Pendidikan harus menjadi salah satu instrumen utama untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia dan bukan melepaskan tujuan kita berbangsa dan bernegara," jelas Ki Bambang.