KPK Setor Rp1,6 Miliar dari Hasil Lelang Emas Eks Pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor Rp1,6 miliar dari hasil lelang barang rampasan dari terpidana Yaya Purnomo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor Rp1,6 miliar dari hasil lelang barang rampasan dari terpidana mantan pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.
"Jaksa Eksekutor Andry Prihandono bersama dan melalui biro keuangan KPK telah melakukan penyetoran ke kas negara yaitu uang hasil lelang beberapa waktu lalu di antaranya berbagai macam bentuk emas dari terpidana Yaya Purnomo sebesar Rp1,6 miliar," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (8/4/2022).
Emas tersebut merupakan emas yang pernah dicuri oleh mantan pegawai KPK berinisial IGAS.
Secara bertahap, dilanjutkan Ali, KPK akan terus melakukan penyetoran ke kas negara.
"Di antaranya uang hasil lelang barang rampasan untuk pencapaian optimal aset recovery dari hasil tindak pidana baik tindak pidana korupsi maupun TPPU," katanya.
Pencurian emas Yaya Purnomo
Pegawai KPK berinisial IGAS terbukti mencuri barang bukti perkara korupsi berupa emas hampir 2 kilogram.
IGAS merupakan anggota Satuan Tugas pada Direktorat Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean mengatakan, kejadian itu bermula pada awal bulan Januari tahun 2020.
Baca juga: Usut Kasus Suap DAK dan DID 2017-2018, KPK Periksa Bupati Seram Bagian Timur
IGAS, kata Tumpak, mengambil barang bukti berupa emas itu tidak sekaligus, tetapi dilakukan beberapa kali.
"Sebagian dari barang bukti yang sudah diambil, digadaikan, tidak semua digadaikan, yang lainnya disimpan, mungkin belum digadaikan," kata Tumpak dalam konferensi pers, Kamis (8/4/2021).
"Ketahuannya pada saat barang bukti ini mau dieksekusi sekitar akhir Juni tahun 2020," imbuh Tumpak.
Kendati demikian, Tumpak menyebut, IGAS berhasil menebus barang bukti yang telah digadaikan itu dengan uang yang diperoleh dari warisan orang tuanya.
"Bulan Maret 2021, berhasil ditebus oleh yang bersangkutan dengan cara berhasil menjual tanah warisan orang tuanya," ucap Tumpak.
"Hasil yang diperoleh dari menggadaikan barang yakni Rp900 juta tapi sudah ditebus," kata dia.
Adapun emas yang dicuri tersebut merupakan barang rampasan perkara korupsi atas nama Yaya Purnomo, mantan Pejabat Kemenkeu.
Baca juga: KPK Sebut 2 Eks Pejabat Kemenkeu Terima Rp 600 Juta dan USD 55.300 Terkait Suap DID Tabanan
"Bentuknya adalah emas batangan, kalau ditotal semua jumlahnya adalah 1.900 gram, jadi 2 kilo kurang 100 gram," kata Tumpak.
IGAS diduga mengambil emas batangan itu dan digadaikan untuk pembayaran utang. Menurut Tumpak, IGAS memiliki utang cukup banyak akibat berbisnis.
"Sebagian daripada barang yang sudah diambil ini yang dikategorikan sebagai pencurian atau setidaknya penggelapan ini digadaikan oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan memerlukan sejumlah dana untuk pembayaran utang-utangnya," kata Tumpak.
"Cukup banyak utangnya karena yang bersangkutan ini terlibat dalam satu bisnis yang tidak jelas, forex (foreign exchange market) itu," ucap dia.
Tumpak mengatakan, selama dua pekan terakhir, Dewas telah menggelar sidang pelanggaran kode etik terkait kasus tersebut.
"Kami sudah melakukan persidangan terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota satgas yang ditugaskan menyimpan, mengelola barang bukti yang ada pada Direktorat Labuksi yang ada di KPK," kata Tumpak.
"Perbuatan ini sebetulnya sudah merupakan satu perbuatan yang tergolong kepada perbuatan tindak pidana," ucap Tumpak.
Baca juga: KPK Duga Ada Keterlibatan Romahurmuziy dalam Pengurusan DAK dan DID Tahun 2018
Oleh karena itu, Dewas KPK memvonis IGAS telah melanggar kode etik, tidak jujur, menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi yang berujung pemberhentian secara tidak hormat.
Tumpak menyebut, perbuatan IGAS berpotensi merugikan keuangan negara dan merusak citra integritas KPK.
"Oleh karena itu, majelis memutuskan yang bersangkutan perlu dijatuhi hukuman berat, yaitu memberhentikan yang bersangkutan dengan tidak hormat," ucap Tumpak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.