Pengamat Minta Libatkan Rakyat soal Penjabat Kepala Daerah: Pemerintah Jangan Asal Tunjuk
Hendri mengungkapkan, keputusan dari MK tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang yang diatur untuk aparat penegak hukum.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik sekaligus pendiri lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio menilai tepat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang perwira TNI/Polri aktif menjadi penjabat kepala daerah.
Hendri mengungkapkan, keputusan dari MK tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang yang diatur untuk aparat penegak hukum.
"Sudah benar kan sudah sesuai undang-undang TNI/Polri bahwa TNI/Polri aktif tidak bisa menjabat jabatan sipil kecuali jabatan-jabatan yang sudah diatur dalam UU. Jadi itu sudah tepat sekali," kata Hendri kepada Tribunnews.com, Senin (25/4/2022).
Terkait dengan penunjukkan penjabat atau pelaksana tugas (Plt) kepala daerah tersebut kata Hendri, memang sudah ada mekanismenya.
Baca juga: Pengamat Sebut Keputusan MK yang Melarang Perwira TNI/Polri Aktif jadi Penjabat Kepala Daerah Tepat
Seperti halnya untuk penunjukkan penjabat Gubernur, yang mengusulkan langsung ialah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang nantinya disetujui oleh Presiden.
Hal serupa juga dilakukan untuk menunjuk Bupati dan juga Walikota.
"Kemudian ada mekanisme sendiri untuk Walikota dan Bupati, itu sebaiknya juga mendapatkan persetujuan dari DPRD," ucap Hendri.
Kendati begitu menurut pria yang akrab disapa Hensat tersebut, pemerintah juga perlu melibatkan rakyat dalam penunjukan sosok penjabat kepala daerah.
Hal itu karena kata dia, dalam peranannya, rakyat juga harus mengetahui siapa sosok kepala daerah yang memimpinnya.
Baca juga: Pandang Sebagai Transisional, MK Tolak Gugatan Pengisian Penjabat Kepala Daerah
Terlebih, penerapan penunjukkan kepala daerah hanya dari pemerintah berpotensi melanggar ketentuan hukum.
Karena sejatinya, pemimpin daerah dipilih langsung oleh rakyat bukan oleh pemerintah.
"Jadi rakyat juga mesti tahu gak hanya asal tunjuk, mereka ini kan harus nya dipimpin oleh kepala daerah yang dipilih oleh rakyat bukan oleh pemerintah jadi jangan sampai melanggar hukum," tukas Hensat.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review UU Pilkada.
Keputusan itu di antaranya tidak memperbolehkan anggota TNI-Polri aktif menjadi penjabat (Pj) Gubernur hingga Walikota selama masa transisi menuju Pilkada Serentak 2024.
Prajurit TNI dan anggota Polri diperbolehkan menjabat jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari instansinya.
Baca juga: MK Minta Penjabat Kepala Daerah Ditunjuk dengan Pertimbangan Berikut Ini
Meski begitu, MK memberikan sejumlah syarat bagi pemerintah menunjuk penjabat kepala daerah. Di antaranya pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002) [vide Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/20.