GPDRR Lahirkan Tujuh Rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi Bencana
GPDRR ke-7 ini mengangkat tema besar 'From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a Covid-19 Transformed World'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Muhammad Zulfikar
Rekomendasi pertama, yakni pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan-kebijakan utama pembangunan, pembiayaan, legislasi, dan rencana pencapaian pascaagenda 2030.
Kedua, perubahan sistemik yang dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi dalam pengurangan risiko bencana.
Ketiga, platform global yang diselenggarakan antara COP 26 dan 27 beberapa waktu lalu, mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasi.
Platform global meminta pemerintah menghormati komitmen yang dibuat pada kesepakatan di Glasgow untuk meningkatkan pembiayaan dan dukungan terhadap adaptasi dan resiliensi.
Meningkatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi keadaan darurat seraya meningkatkan dan mencapai ambisi iklim tujuan global tentang adaptasi.
Keempat, menerapkan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM, untuk memasukkan semua sesuai prinsip 'Tidak ada apa-apa tentang kita, tanpa kita' dalam perencanaan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko.
Baca juga: Kepala BNPB Sampaikan Tujuh Rekomendasi Terkait Kebencanaan di GPDRR
"Harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi," jelas Suharyanto.
Kelima, platform global memberikan rekomendasi yang dapat mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal Perserikata Bangsa-bangsa (PBB), untuk memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.
"Mekanisme koordinasi yang lebih baik antara para pemangku kepentingan, akan memperkuat sistem peringatan dini multibahaya khususnya di negara-negara negara berkembang pulau kecil dan wilayah Afrika," kata Suharyanto.
Keenam, potensi pembelajaran dan pandemi virus corona (Covid-19) harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup, untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif dengan kolaborasi multi-pemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerja sama, dan semangat kesukarelaan khususnya untuk mengatasi ketidakadilan.
Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis terhadap semua target kerangka kerja Sendai untuk memahami dengan jelas tantangan dan hambatan.
"Hal itu penting guna implementasi dan mempercepat upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada 2030," pungkas Suharyanto.
Selama pertemuan tersebut, Indonesia telah mendorong peningkatan kerja sama internasional.
Kolaborasi tersebut diharapkan berjalan berdasarkan prinsip penguatan budaya sadar bencana dan edukasi untuk pengurangan risiko.