Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setuju Internal Aksi Cepat Tanggap Dievaluasi, MUI: ACT Adalah Aset, Jangan Sampai Dimatikan

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sholahudin Al Aiyubi mengatakan kegiatan organisasi kemanusiaan yang dilakukan ACT tidak dihentikan.

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Setuju Internal Aksi Cepat Tanggap Dievaluasi, MUI: ACT Adalah Aset, Jangan Sampai Dimatikan
Kolase Tribunnews.com/Kompas.com Kristian Erdianto
Ketua MUI bidang Ekonomi Syariah dan Halal Sholahuddin Al-Aiyub saat memberikan tanggapann soal dicabutnya izin PUB lembaga Aksi Cepat Tanggap atau ACT. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Ekonomi Syariah dan Halal Sholahudin Al Aiyubi mendukung evaluasi internal lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Tapi dirinya menjelaskan, kegiatan organisasi kemanusiaan yang dilakukan ACT tidak dihentikan.

Menurut Sholahudin, yang perlu dilakukan di ACT adalah melakukan evaluasi bersama, pengelola, pengawasan masyarakat, dan regulasi pemerintah terhadap organisasi tersebut agar tidak terjadi penyimpangan lagi.

"Filantropi lembaga zakat dan hal yang sejenisnya adalah amanah. Kalau ada ketidaksesuaian aspek keamanahan itu, memang harus dievaluasi," kata Sholahudin dikutip dari Kompas TV, Jumat (8/7/2022).

Dirinya menjelaskan lembaga semacam ACT merupakan aset.

"Oleh karena itu kami mendorong dilakukan pembersihan tapi jangan sampai dimatikan," ujarnya.

Sholahudin menyarankan sebaiknya Pemerintah mengurungkan pencabutan izin ACT karena organisasi pengumpul dana untuk kemaslahatan umat itu merupakan aset yang hanya perlu dibersihkan dari oknum-oknum penyeleweng dana.

BERITA REKOMENDASI

Terkait, pencabutan izin ACT oleh Kementerian Sosial juga menjadi perhatian Solahudin.

Menurutnya hal ini sudah menjadi perhatian oleh pihak internal, sehingga pembenahan sedang dilakukan di dalam organisasi tersebut.

Baca juga: Kementerian Sosial Sebut ACT Bisa Saja Beroperasi Lagi, Begini Mekanismenya

Sholahudin menyebut hal itu bertujuan agar ada evaluasi kembali mengenai pencabutan izin organisasi tersebut secara lebih mendasar.

"Apa yang dilakukan pemerintah mungkin pilihan yang terbaik dan kami mendorong apa yang dilakukan ini tidak sampai men-suspend," ucap Sholahudin.

Dia menilai, ACT adalah lembaga terpercaya dan menyalurkan apa yang menjadi kebutuhan kemaslahatan umat.

"MUI telah mendengar penyelewengan dana umat yang cukup besar oleh pengelola ACT, namun tidak memiliki kapasitas lebih dalam untuk mengetahui hal tersebut," katanya.

"Bahwa kemudian kami menemukan penyimpangan dari sisi pengelolaannya, sebaiknya kita tidak mematikan lumbungnya, tetapi mencoba membersihkan."

ACT disebut bisa beroperasi kembali

Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial Kemensos, Raden Rasman menjelaskan, jika ACT mau beroperasi lagi maka harus mengusulkan izin baru.

"Tapi kalau ACT mau itu (beroperasi kembali) silahkan mengusulkan izin baru," ucap Rasman saat dikonfirmasi awak media, Kamis (7/7/2022).

Adapun pengajuannya itu kata Rasman, harus dilakukan secara bertingkat.

Di mana, ACT harus mendapatkan kembali verifikasi dari Pemerintah Provinsi baru nantinya bisa disahkan di pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial (Kemensos).

"Tingkat nasional harus dari kabupaten dulu diusulkan, baru ke provinsi dari provinsi diverifikasi lagi dari provinsi persyaratan dan mekanisme memenuhi persyaratan peraturan UU baru disampaikan ke Kemensos," kata Rasman.

Lebih lanjut, terkait perolehan verifikasi dari tingkat Provinsi, pengajuannya harus disesuaikan dengan domisili kantor ACT beroperasi.

Baca juga: Fadli Zon Sebut Keputusan Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy Cabut Izin ACT, Otoriter

Mengingat, alamat kantor ACT berlokasi di Jakarta Selatan, maka lembaga filantropi itu harus mengajukan izin terlebih dahulu ke Pemerintah Kota Jakarta Selatan.

Jika disetujui, baru bisa diajukan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jika mendapat lampu hijau, barulah mengajukan permohonan ke Kemensos.

Dengan begitu, maka akan ada tahapan screening bertingkat yang ditempuh oleh ACT untuk mendapatkan kembali perizinan operasi.

"Jadi screening bertahap. Untuk izin nasional ada filter dari kabupaten jika sudah disetujui dari kabupaten baru ke provinsi dari provinsi baru ke Kemensos, " katanya.

Kemensos pun menurut Rasman tidak bisa melarang ACT untuk melayangkan surat kepada pihaknya.

"Kalau untuk bersurat itu merupakan hak ACT kami tidak bisa melarang," ucap Rasman.

Meski begitu, Rasman mengatakan Kemensos tidak bisa meninjau ulang keputusan pencabutan izin PUB.

Rasman mengatakan hal tersebut diatur oleh oleh Undang-undang 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.

"Namun sesuai dengan UU Nomor 9 tahun 1961 pemberian izin untuk tingkat pusat kewenangan dari Kemensos. Dalam undang-undang tersebut disampaikan bahwa untuk permohonan izin pengumpulan uanh atau barang dapat ditolak oleh pemberi izin itu pasal 6, dan penolakan itu kewenangan oleh gubernur, oleh menteri merupakan keputusan terakhir dan tidak bisa dimintakan pertimbangan kembali," jelas Rasman.

Diketahui, pihak ACT menyatakan akan meminta Kemensos untuk membatalkan pencabutan izin PUB.

Baca juga: Menteri Agama Dukung Izin ACT Dicabut Jika Terbukti Selewengkan Dana hingga Dukung Aksi Terorisme

Pihak ACT akan mengirimkan surat permohonan pada Kemensos hari ini, Kamis (7/7/2022).

Presiden ACT, Ibnu Khajar, mengatakan pihaknya yakin Kemensos akan mempermudah pembatalan tersebut.

Diberitakan, Kemensos mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy pada Selasa (5/7/2022).

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi melalui keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022). (Tribun/KompasTV)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas