Mundur dari Komisioner KPK, Pelanggaran Pidana Lili Pintauli Tetap Akan Dikejar
Aspek pelanggaran pidana Lili Pintauli Siregar tetap akan diusut meski dia menyatakan mundur dari jabatan sebagai pimpinan KPK.
Editor: Choirul Arifin
Namun terkait dengan dugaan tindak pidana suap atau gratifikasi, Boyamin mengatakan bahwa KPK harus menindaklanjutinya.
"Jika ada dugaan hukum di pidana, maka tidak ada proses batal atau gugur karena dua hal yang terpisah. Karena baik Pasal 36 UU KPK berkaitan dengan melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang jadi 'pasien' KPK atau ketentuan suap atau gratifikasi, itu berdiri sendiri meskipun ruhnya pelanggaran kode etik, namun hukum pidananya berdiri sendiri dan tidak batal dan bisa diproses hukum," terang Boyamin.
"KPK keras dengan orang lain, maka juga harus keras dengan dirinya sendiri, yaitu dengan dugaan korupsi yang dilakukan oleh orang-orang di dalam KPK, baik pimpinan maupun pegawainya," jelasnya.
Kritikan pedas juga datang dari Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul.Ia mempertanyakan soal Dewas KPK yang menggugurkan sidang etis terhadap eks Pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar.
Bambang Pacul mengatakan bahwa pejabat negara yang menerima gratifikasi diatur dalam Pasal 12 UU no 21 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Lalu tindak pidana itu habis karena kemudian dia mengundurkan diri? Mana bisa, teori dasarnya enggak pas bos. Negara hukum tindakan pidana kemudian selesai dengan mengundurkan diri, dari mana rumusannya tolong dong kasih tahu saya," kata Pacul.
Dia akan menanyakan ke Dewas KPK hal tersebut.
"Nanti kita tanyakan dasar hukumnnya apa. Kalau hari ini pegangan saya dasar hukumnya tidak bisa. Pasal 12 kok, gratifikasi. Tinggal gratifikasi diterima awal atau diterima akhir. Kalau diterima awal gratifikasi itu namanya pasalnya 12 a, diterima di akhir 12 b. Sama sama melanggar," ujarnya.
Pacul kemudian menjawab pertanyaan apakah memang hal tersebut berlaku bagi pejabat negara yang sudah mundur.
"Pejabat negara dikecualikan? Kan begitu? Itu ada kawan saya sudah tidak menjabat juga masih kena proses gratifikasi masuk, aku tidak usah sebut namanya, tetapi masuk juga sudah berhenti enggak menjabat," tandas dia.
Kasus dugaan pelanggaran etik yang menjerat Lili ini bukan kali pertama.
Pada Agustus 2021, Lili terbukti melanggar etik karena menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.
Dia juga berhubungan langsung dengan eks Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.
Atas pelanggaran itu, Lili dikenakan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. (tribunnetwork/yuda).