Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Society 5.0: Seimbangkan Teknologi Tinggi Tanpa Rusak Kemanusiaan

Guru Besar Ilmu Sejarah Undip, Singgih Tri Sulistiyono mengatakan peradaban dunia dalam kondisi ringkih, akibat Revolusi Industri 4.0 menciptakan disr

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Society 5.0: Seimbangkan Teknologi Tinggi Tanpa Rusak Kemanusiaan
dok Humas LDII
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono memaparkan konsep masyarakat 5.0 (Society 5.0) pada “Silaturrahim Kebangsaan 2” yang diselenggarakan DPW LDII Jawa Tengah pada Sabtu (20/8/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono memaparkan konsep masyarakat 5.0 (Society 5.0) pada “Silaturrahim Kebangsaan 2” yang diselenggarakan pada Sabtu (20/8/2022).

Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Jawa Tengah (Jateng) itu mengatakan peradaban dunia dalam kondisi ringkih, akibat Revolusi Industri 4.0 menciptakan disrupsi.

Disrupsi menciptakan goncangan budaya yang mengubah cara manusia berbudaya, berekonomi, hingga berkomunikasi yang menjadikan media sosial ruang publik yang riuh tapi hampa.

"Society 5.0 adalah masyarakat supermaju yang menyeimbangkan teknologi tinggi, namun tidak merusak kemanusiaan."

"Justru dimanfaatkan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Termasuk tatanan kemasyarakatan,” kata Singgih dalam keterangannya.

Society 5.0 mensyaratkan toleransi, saling menghargai, menghormati, dan hidup berdampingan secara damai.

BERITA REKOMENDASI

Toleransi menjadi sangat penting dalam Society 5.0, manifestasinya adalah silaturahim, menyambung tali kekeluargaan, dan kasih sayang.

Disrupsi akibat revolusi industri 4.0 menyadarkan umat manusia, bahwa perkembangan teknologi informasi tidak selalu positif.

Namun juga menciptakan gesekan-gesekan yang merusak tatanan tradisional yang penting bagi nilai-nilai kemanusiaan.

“Bila toleransi tidak dibangun, suatu saat bila timbul gesekan yang bisa mengakibatkan kehancuran peradaban. Efeknya jauh lebih besar ketimbang perang,” ujarnya.

Saat ini bangsa Indonesia menghadapi cobaan, dengan adanya fenomena keterbelahan sosial atau keterbelahan bangsa akibat komunikasi politik populis.


Menurut Singgih, dengan menggiatkan silaturrahim berbagai konflik bisa diselesaikan dengan baik.

Selain itu, nilai-nilai Islam telah mengajarkan pentingnya silaturahmi, yang memiliki efek kesehatan, rezeki, dan panjang umur.

"Artinya bangsa bisa menjadi bangsa yang makmur apabila rakyatnya bersilaturahim, dan pengelola negerinya juga bersilaturahim dengan rakyatnya maupun dengan bangsa-bangsa lain," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas