Festival Ulat Sagu Resmi Dibuka, UMKM Mulai Berjualan di Tengah Hutan Sagu
Festival pun terasa sangat alami karena memang digelar di tengah hutan sagu yang rindang
Editor: Eko Sutriyanto
"Melalui Festival Ulat Sagu II ini, tak ada salahnya kalau Papua dinyatakan sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi, karena surga kecil ini sangat bermanfaat bagi kita semua, termasuk pangan lokal yakni Sagu," jelasnya.
Baca juga: Siswa SMP Negeri 1 Kota Jayapura Tampilkan Tari Pangkur Sagu di Sarasehan KMAN VI
Dikatakannya, Sagu memiliki potensi bukan hanya Sagu itu sendiri yang dikonsumsi tetapi ada bagian Sagu yang terbuang dan dikonsumsi, itu hidup ulat dan dapat diolah menjadi santapan khas.
"Mudah-mudahan saudara-saudara kita yang datang dapat rindu dengan Ulat Sagu hari ini melalui event Kongres ke-VI Maayarakat Adat Nusantara (KMAN) di Kabupaten Jayapura," tambahnya.
Lalu, Giri menuturkan nilai ekonomis juga sangatlah tinggi sehingga masyarakat harus bisa menjaga dan melestarikan Pohon Sagu sebagai sumber kehidupan.
"Bahkan ampas dari Sagu itu bisa menjadi pakan ternak, dan bagian kulit kayunya juga bisa bermanfaat untuk membangun rumah (lantai dan dinding), daunnya bisa menjadi atap," sebutnya.
Melalui momen Festival Ulat Sagu II di Kampung Yoboi, Giri berharap agar adanya kesadaran masyarakat untuk merawat hutan Sagu dan tidak mengubahnya menjadi lahan permukiman secara masif.
"Kalau kita konsisten, maka ke depan di Indonesia bukan hanya Riau tetapi juga Papua bisa menjadi provinsi Sagu," harap Giri.
Giri menyampaikan, beberapa kawasan hutan sagu di tanah Papua banyak yang telah dibabat habis dan menjadi lokasi perumahan.
"Bagi kita semua, seharusnya yang Tuhan berikan harus kita jaga bersama, saya mau tegaskan di Papua tidak ada orang miskin," tandasnya.
Ia mengatakan, kondisi miskin di luar Papua dihadapkan pada pilihan esok makan atau tidak, tetapi di Tanah Papua dengan adanya hutan Sagu besok pasti makan. (Tribun Papua/Aldi Bimantara)