Kejaksaan Agung Tetapkan WNA Amerika Serikat Jadi Tersangka Kasus Satelit di Kementerian Pertahanan
Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) telah menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Wahyu Aji
"Kontrak tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli dan kobtrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan," ungkap dia.
Lebih lanjut, Edy menambahkan bahwa kontrak itu juga tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat atau menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis. Selain itu, tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan.
"Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2013-2016, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto sebagai tersangka dalam kasus ini.
Baca juga: Kejaksaan Agung Sebut Kerugian Negara pada Kasus Korupsi Proyek Satelit Kemenhan Rp 500,5 Miliar
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung RI Nomor : PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022. Selain AP, total ada dua orang lain yang ditetapkan tersangka.
"Diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka yaitu pertama Laksamana Muda berinisial AP," kata Brigjen TNI Edy Imran, Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung pada Rabu (15/6/2022).
Sementara dari pihak sipil terdapat dua pejabat di PT Dini Nusa Kesuma yang menjadi tersangka, yaitu Direktur Utama, Soerya Cipta Witoelar, serta Komisaris Utama, Arifin Wiguna.
Dalam kasus ini, Agus bersama Soerya diduga merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan PT Graha Dana Bersama (Avantee).
Oleh sebab itu, para tersangka diduga memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.