Sejarah Konflik di Keraton Solo, Berawal dari Perebutan Takhta Setelah PB XII Mangkat 18 Tahun Silam
Apa pangkal masalah yang menyebabkan konflik internal di antara keluarga Keraton Solo?
Editor: Malvyandie Haryadi
Hasilnya, Hangabehi dan Tedjowulan sepakat berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi.
Hangabehi yang merupakan putra tertua Pakubuwono XII tetap menjadi raja, sedangkan Tedjowulan menjadi mahapatih dengan gelar KGPH (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo) Panembahan Agung.
Meski begitu, sejumlah keturunan Pakubuwono XII menolak rekonsiliasi dan mendirikan Lembaga Dewan Adat Keraton.
Lembaga itu memberhentikan sang raja karena Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran.
Dewan Adat melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton.
Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas.
Akibatnya, PB XIII Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan tak bisa bertahta di Sasana Sewaka Keraton Solo.
Pada 2017, Presiden Jokowi pernah mengutus anggota Watimpres, Jenderal Purn Subagyo HS, melakukan upaya rekonsiliasi, namun gagal.
Pada Februari 2021, kisruh Keraton Solo kembali terjadi setelah lima orang, di antaranya anak keturunan PB XII, terkurung di Istana.
Hingga pada Jumat (23/12/2022) malam kembali terjadi kisruh yang membuat empat orang dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
Kejadian di Keraton Solo dalam Sepekan Terakhir
Dalam sepekan terakhir, terjadi beberapa kejadian di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Jawa Tengah.
Mulai dari dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani kepada seorang sentana dalem.
Kemudian kasus pencurian yang dilaporkan putri Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, GRAy Devi Lelyana Dewi.