Karier Hingga Penghargaan di Polri Sirna karena Kasus Brigadir J, Ferdy Sambo: Saya Malu
Atas kasusnya itu, Ferdy Sambo mengaku malu atas apa yang sudah didapat selama 28 tahun menjadi anggota Polri.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ungkapan penyesalan kembali terlontar dari mulut mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo atas kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yang menjeratnya.
Atas kasusnya itu, Ferdy Sambo mengaku malu atas apa yang sudah didapat selama 28 tahun menjadi anggota Polri.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat dirinya diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan tewasnya Brigadir J, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Selama berkarir di kepolisian berapa lama saudara berkarir di kepolisian?" tanya kuasa hukum Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang dalam persidangan, Selasa (10/1/2023).
"28 tahun," jawab Ferdy Sambo.
Lebih lanjut, Rasamala menanyakan perihal penghargaan apa saja yang sudah didapat oleh kliennya selama menjadi anggota Polri.
Menjawab pertanyaan Rasamala, Ferdy Sambo mengaku malu menyebutkannya, karena sejatinya karier dan penghargaannya itu seketika lenyap setelah insiden penembakan 8 Juli 2022 tersebut.
"Bisa sedikit saudara jelaskan bagaimana perjalanan karier saudara selama 28 tahun singkat saja terutama di bagian penting perjalanan karier saudara?" ucap Rasamala.
"Sebenarnya saya malu untuk menjelaskan. Tapi apa yang saya dapat itu memang harus berhenti di sini," kata Ferdy Sambo.
Adapun penghargaan yang dinilainya sangat berarti yakni Bintang Bhayangkara Pratama yang pernah didapatnya saat menjadi anggota Polri.
Namun, semuanya seakan sirna setelah dirinya dinyatakan bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Sampai pada penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama itu saya sudah dapatkan tapi harus selesai di sini," kata Ferdy Sambo sambil tak kuasa menahan tangis.
Baca juga: Jaksa Soroti Diksi Pemerkosaan dan Pelecehan yang Digunakan Ferdy Sambo
Ngaku Perintahkan Bharada E Menembak
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo akhirnya mengaku kalau dirinya memerintahkan ajudannya untuk menembak Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Perintah itu dilayangkan Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Pengakuan itu diutarakan Ferdy Sambo saat dirinya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai terdakwa dalam kasus tewasnya Brigadir J, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Hal itu bermula saat Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menjabarkan sedikit rangkaian peristiwa berdasarkan keterangan saksi dan terdakwa lain di persidangan sebelumnya.
Salah satu keterangan yang digali yakni perihal rencana yang dibuat oleh Ferdy Sambo saat memanggil Bharada E ke lantai 3 rumah pribadinya di Jalan Saguling III, Jakarta Selatan, usai pulang dari Magelang.
"Richard Eliezer menemui terdakwa, bisa saudara terangkan apa yang suadara sampaikan kepada terdakwa Richard Eliezer?" tanya Hakim Wahyu dalam persidangan, Selasa (10/1/2023).
Ferdy Sambo mengatakan saat bertemu Bharada E, dirinya mempertanyakan mengenai kejadian di Magelang.
Kata Ferdy Sambo, Bharada E mengaku tidak mengetahui secara pasti apa kondisi yang sebenarnya terjadi.
"Setelah Richad Eliezer naik, saya menyampaikan hal yang sama kepada Richard. Sebagai ajudan apakah kamu mengetahui kejadian di Magelang. Dia juga menjawab tidak mengetahui Yang Mulia," ucap Ferdy Sambo.
Mendengar keterangan dari Bharada E, Ferdy Sambo mengaku emosi karena dinilai tidak becus mengawasi sang istri yakni Putri Candrawathi saat di Magelang.
"Saya waktu itu masih emosi dan marah, kenapa mereka ini sampai tidak bisa menjaga karema tigasnya sudah sering mendampingi pimpinan tapi ini justru terjadi kepada istri saya," kata dia.
Kendati begitu, Ferdy Sambo tidak menjelaskan secara detail kepada Bharada E soal kondisi di Magelang, justru dia memerintahkan untuk melindunginya jika Brigadir J melawan saat dilakukan konfirmasi.
Saat itu, perintah Ferdy Sambo kepada Bharada E jika Brigadir J melawan yakni melakukan penembakan. Dari situ, Bharada E mengaku siap.
"Akhirnya saya sampaikan kepada Richard, Richad apa kamu siap back up saya saat saya konfirmasi ke Yosua, apabila dia melawan kamu siap nembak ngga kemudiam Richad menjawan saya siap pak. Selanjutnya saya perintahkan untuk turun," tukas Ferdy Sambo.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.