Pilot Susi Air Disandera, Lemhannas: Tak Ditemukan Keterkaitan Dengan Penahanan Gubernur Papua
Aksi kekerasan di Papua itu cenderung tidak berpola, kecuali lokasi. Kalau lokasi kita bisa tahu, modusnya, terbanyaknya ada di mana.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
Menurut dia, hasil kajian tersebut menujukkan perbedaan dengan frnomena teror di Indonesia.
Fenomena teror di Indonesia, kata dia, bisa dilihat dalam tiga babak.
Dalam pembabakan tersebut, kata dia, terlihat penurunan kasus teror.
"Kalau dari sisi rezim , kita belum punya UU teror, masih desk teror di Polhukam, lalu pindah kita punya UU teror, kita kemudian memiliki BNPT Densus 88, lalu kita ada Koopsus TNI yang membantu di Poso. Treatmentnya kelihatan dari rezim pengendalian, ada pemberantasan teror," kata Andi.
Baca juga: Titik Terang Upaya Penyelamatan Kapten Philips, Polda Papua: Keselamatan Pilot Susi Air yang Utama
"Begitu rezimnya menguat, kasus terornya menurun signifikan. Papua, pola ini nggak ketemu, belum ketemu. Itu yang menjadi PR kami di Lemhannas," sambung dia.
Hasil kajian tersebut, kata dia, baru akan dibahas besok di tingkat rapat koordinasi di Kantor Staf Presiden.
Kajian putaran pertama Lemhannas, kata dia, masih fokus tentang simtom kekerasan dan belum masuk ke faktor lain misalnya penyebab struktural.
Terkait kajian tersebut, kata dia, Lemhannas juga mengundang Kementrian lembaga terkait termasuk BIN dan BAIS untuk bersama-sama mengkaji fenomena peningkatan aksi kekerasan di Papua.
"Kami di putaran pertama dari tujuh ini masih konsentrasi cuma ke simtom kekerasannya dan nanti besok bersama-sama mendiskusikan apa kebijakan yang sama-sama bisa dilakukan kementerian dan lembaga terkait untuk benar-benar fokus mereduksi fenomena kekerasan di Papua," kata dia.