AKBP Dody Mohon Ampun ke Sang Ayah, Pilih Jujur Ungkap Kasus Teddy Mihanasa
Keterpaksaan itu diungkapkan melalui penasihat hukumnya karena takut pada kekutan atasannya, yakni Irjen Pol Teddy Minahasa.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
Dan kalau ditanya apakah pernah belum pernah Pak Dodi mempunyai pimpinan seperti itu menyuruh
melakukan kalaupun mau menguji katanya kok menguji dengan dengan cara melakukan tindak pidana itu kan tidak masuk akal.
"Kenapa sih Pak Teddy tidak mengaku Saja seperti saya". Saya memang kasihan dengan pak Dudy
karena dia cita-cita nya sangat sederhana, pengen seperti bapaknya Jendral.
Pas pertama kali pertemuan itu menurut saya, dia hormat dia sujud kepada bapak ibunya. Terus dia
sujud ibunya, sujut bapanya dia bilang dia hormat dan bilang ke bapaknya, sambil nangis, ‘maafkan
kakak, kaka tidak bisa purnah tugas seperti ayah’.
Waduh, saya pun waktu itu langsung, karena kasian karena Bapaknya menyelesaikan purna tugas
dengan baik debagai jenderal bintang dua tanpa cacat masalah.
Dia karena diperindah ini jadi bermasalah. Di persidangan dia sampaikan bukan saya saja
dikorbankan, tetapi keluarga saya saya punya anak orang tua, Saya harap Pak hakim akan
mempertimbangkan hal itu.
Apa ada usaha dari penasihan hukum mengajukan JC ke LPSK?
Pasti kami ajukan kembali, kemarin memang ada di LPSK. Di LPSK belum dikabulkan walaupun dalam
suratnya LPSK bilang tidak diterima karena pengungkapan perkara ini bukan oleh Pak Dody tetapi
oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Tetapi dibawahnya dikatakan pasalnya saya lupa keterangan Pak Dody, Ibu Linda dan Samsul Marif
sangat penting untuk mengungkap perkara ini.
Yang ketiga, rekomendasi LPSK Pak Dody dan Pak Teddy Minahasa dipisah karena takut, karena
harusnya dilindungi LPSK.
Alternatif lain atau opsi lainnya, kami membuka ruang selebar-lebarnya untuk Pak Dody bermohon
lagi namun hanya perlindungan saja tetapi bukan sebagai saksi pelaku bukan sebagai justice
collaborator.
Makannya di situ dibilang keterangan Pak Dody sangat penting dalam perkara dalam
fakta persidangan juga dibilang sosok si penangkap AKP Tri Hamdani, Pak Dody lah yang
mengungkap perkara ini. Yang menangkap bilang begitu.
Kalau misalnya Pak Dody hapus chat kan bisa, kan ada ruang saat ditangkap kan. Tetapi kenapa Pak
Dody ungkap, kenapa?
Nggak perlu ada yang ditutup-tutupi. Bahkan dia bukan handphonenya dan
kasih ke polisi. Ini apa saya di arahakan, ini Pak TM. Gegere karena mau nangkap jenderal bintang 2.
Ke Pak Dody, tadi dia disebut kondisinya memprihatikan, waktu ayahnya datang dia hormat dan
menangis. Kondisi psikis, kejiwaan dan kondisi fisik badannya apaka makin kurus atau gimana?
(Makin kurus) banget memang. Jadi sampai kita nanti ke depan, saya sudah bilang dipersidangan
untuk hari Rabu ini kita mau hadirkan Ahli Psikologi Klinis.
Menang sudah di cek beberapa kali kondisi Pak Dody tertekan, stres full karena bagaimana didesak
terus, dipindah, sekarang masuk penjara.
Sekarang lawyernya Bang Hotman menghubung-hubungkan dengan Kombes. Saya bilang, loh semua
polisi kan akan menjadi Kombes, siapa polisi di Indonesia ini yang ga kau jadi Kombes, siapa?
Mau. Itu bukan niat, tapi semua polisi akan berprestasi menjadi kombes. Sudah pasti.
Jadi ga ada urusan ke situ, tetapi dihubungkan. Karena ada pembicaraan dengan Arief katanya. Ya
kan memang mau menjadi Kombes. Sudah AKBP mantep dia.
Untuk informasi, AKBP Dody Prawiranegara terseret kasus peredaran narkoba bersama enam
terdakwa lain.
Mereka adalah Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa; Mantan Kapolsek
Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto
Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad
Nasir alias Daeng.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa
dalam perkara ini.
Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk
menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika
Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody dengan menyuruh orang
kepercayaannya, Syamsul Maarif alias Arif.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti
narkotika berupa sabu..Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu
sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk
bertransaksi dengan Linda.
Linda pun menyerahkan sabu tersebut ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol
Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan
menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P
Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakw," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Tribun
Network/ Yuda).