Ramlan Surbakti: Putusan DKPP Terhadap Dugaan Pelanggaran KPU RI Jadi Taruhan
Ramlan menilai dugaan kecurangan yang diadukan ini membuat KPU tidak berintegritas, tidak jujur, serta tidak transparan.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rai 2001-2007, Ramlan Surbakti, mengatakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP) yang akan dibacakan Senin (3/4/2023) siang ini terkait dugaan kecurangan yang dilkukan KPU RI akan jadi taruhan.
Diketahui, DKPP akan membacakan putusan dugaan kecurangan proses verifikasi faktual (verfak) di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, siang hari ini di Ruang sidang DKPP, Jakarta. Sidang digelar setelah DKPP melaksanakan dua kali rapat pleno.
Hal ini disampaikan oleh Ramlan dalam diskusi “Jelang Putusan DKPP” yang berlangsung daring, Minggu (2/4/2023).
“Putusan DKPP besok (Senin) daripada taruhannya kepercayaan rakyat, dengan dana pemilu yang besar triliun itu, lebih baik, kalau satu bagian tubuh ini bikin cacat lebih baik dipotong, daripada tubuh yang lainnya malah bikin mati,” kata Ramlan.
Ramlan menilai dugaan kecurangan yang diadukan ini membuat KPU tidak berintegritas, tidak jujur, serta tidak transparan.
“Dari segi penjelasan tadi, penyelenggaranya tidak berintegritas. Jangan lupa bahwa pemilu itu menyangkut kepercayaan publik. Kalau penyelengarannya tidak jujur, transparan, pemilih akan bertanya, dia tidak percaya pada hasil pemilu,” tegasnya.
Baca juga: Sidang Putusan DKPP Terkait Dugaan Pelecehan oleh Ketua KPU Digelar Pekan Depan
Lebih lanjut, pun putusan DKPP nanti tidak seperti yang diharapkan oleh para teradu dengan menjadikan tidak diberinya sanki yang sesuai kepada KPU, Ramlan menegaskan proses terkait dugaan pelanggaran pemilu dapat dibawa ke ranah tindak pidana.
“Kalau pembuktian tidak seperti yang diharapkan mungkin proses ke pidana. Jadi jujur ini sangat penting. Kalau anda tidak berintegritas, publik akan melihat wah ini penyelenggaranya tidak jujur ini,” tegasnya.
Perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 ini diadukan anggota KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Jeck Stephen Seba. Pihak yang duduk sebagai teradu adalah anggota KPU RI Idham Holik.
Diikuti sembilan teradu lainnya: Ketua dan Anggota KPU Sulawesi Utara, Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu. Sekretaris KPU Sulawesi Utara, Lucky Firnando Majanto; dan Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Sulawesi Utara, Carles Worotitjan.
Lalu, Ketua dan anggota KPU Kabupaten Sangihe, Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung; serta Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe, Jelly Kantu.
Duduk perkara kasus
Perkara ini sebelumnya diadukan Kepala Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Kabupaten Sangihe, Jeck Stephen Seba, yang mengaku tahu dugaan rekayasa data keanggotaan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Buruh, Gelora, dan Garuda agar 4 partai itu lolos verifikasi.
Salah satu hal yang mengejutkan adalah lolosnya PKN, padahal hasil rekapitulasi verifikasi faktual perbaikan pada 8 Desember 2022 menyatakan partai simpatisan Anas Urbaningrum itu tidak punya keanggotaan sama sekali di Kepulauan Sangihe.
"Saya ketahui malam itu Partai Garuda keanggotaannya yang memenuhi syarat hanya 9. Partai Buruh yang memenuhi syarat hanya 3. PKN justru 0, pengurusnya juga kami tidak menemukan saat verifikasi perbaikan karena domisili di Manado sedangkan kami ada di kepulauan," ungkap Jeck di hadapan sidang, Rabu.
Namun, jelang rapat pleno rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan di Sangihe, keanggotaan Partai Garuda berubah jadi 81 dan Partai Buruh 91.
Sementara itu, keanggotaan PKN yang mulanya nihil berdasarkan hasil verifikasi di lapangan, mendadak jadi memenuhi syarat di luar mekanisme legal, yakni justru setelah rapat pleno rekapitulasi digelar pada 8 Desember 2022.
Hal ini juga diakui oleh Ketua KPU Sangihe, Elysee Philny Sinadia, di hadapan sidang. Elysee mengakui bahwa status PKN diubah jadi memenuhi syarat setelah rapat pleno karena ada keberatan dari PKN.
"PKN memang saat dibacakan di pleno TMS (tidak memenuhi syarat) statusnya. Setelahnya, saya dapat (informasi dari) Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sulawesi Utara bahwa beliau mendapat juga penyampaian dari KPU RI terkait pengaduan yang disampaikan PKN waktu itu," kata Elysee.
"Ada anggota yang tidak terakomodir yang harus kita masukkan ke Sipol (Sistem Informasi Partai Politik). Saya pun memerintahkan Saudara admin (Sipol KPU Sangihe) untuk dapat menindaklanjuti penyampaian itu," imbuhnya.
Masalah ini membuat Jeck mengaku tak mau menandatangani berita acara penetapan hasil verifikasi faktual perbaikan itu. Elysee membenarkan bahwa Jeck enggan melakukannya.
Elysee menyebut ia mau menandatangani itu karena meyakini data keberatan yang disampaikan oleh PKN adalah data valid, sekalipun itu disampaikan setelah tahapan verifikasi sudah kelar.
"Pengadu dan (ketua) divisi hukum (KPU Sangihe) tidak tanda tangan karena menurut mereka itu data palsu, yang menurut saya ini data valid," ujar Elysee.
Sementara itu, Partai Gelora sudah diloloskan lebih dulu saat verifikasi faktual berakhir pada 5 November 2022 agar tidak perlu ikut verifikasi faktual perbaikan.
Menurut Jeck, keanggotaan Partai Gelora yang terverifikasi memenuhi syarat hanya 63 orang, namun diubah menjadi 96 orang sehingga berstatus memenuhi syarat.
Perubahan ini membuat berita acara bertanggal 5 November 2022, ungkap Jeck, diubah pada 24 November 2022. Namun, bukti ini dipertanyakan karena berita acara versi 24 November 2022 belum diterima majelis hakim DKPP.