Febri Diansyah Sebut Ujian Terbesar KPK Soal Independesi dari Penyalahgunaan Kepentingan Politik
Mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan lembaga anti rasuah masih memiliki pekerjaan rumah (PR) besar yakni, independensi.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".