Sejarah Hari Kesadaran Albinisme Internasional, Diperingati Setiap 13 Juni
Simak sejarah Hari Kesadaran Albinisme Internasional yang diperingati setiap 13 Juni. Mulai diperingati pertama pada 2015.
Penulis: Enggar Kusuma Wardani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah Hari Kesadaran Albinisme Internasional atau International Albinism Awareness Day.
Hari Kesadaran Albinisme Internasional diperingati setiap 13 Juni.
Adanya peringatan Hari Kesadaran Albinisme Internasional bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat tentang kondisi genetik ini.
Dikutip dari laman National Today, Albinisme merupakan kondisi kurangnya pigmentasi melanin pada seseorang sehingga mereka memiliki warna rambut, kulit, dan mata yang tidak seperti biasanya.
Oleh sebab itu adanya Hari Kesadaran Albinisme Internasional diharapkan dapat merayakan hak-hak manusia yang lahir dengan albinisme.
Diketahui, 13 Juni ditetapkan sebagai Hari Kesadaran Albinisme Internasional pertama kali oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 18 Desember 2014.
Baca juga: VIRAL Dua Balita Albino Asal Wonogiri Punya Kulit Sensitif, Tak Boleh Kena Sinar Matahari Langsung
Informasi lebih lengkapnya, simak sejarah Hari Kesadaran Albinisme Internasional berikut ini:
Sejarah Hari Kesadaran Albinisme Internasional
Dikutip dari laman Albinism, penetapan 13 Juni sebagai Hari Kesadaran Albinisme Internasional dilkukan Majelis Umum PBB berdasarkan suatu resolusi bersejarah pada 2013.
Resolusi tersebut diketahui menyerukan pencegahan diskriminasi terhadap orang dengan Albinisme.
Almarhum Duta Besar Misi Somalia untuk PBB, Jenewa, Yusuf Mohamed Ismail Bari-Bari, memimpin upaya pengesahan resolusi yang bekerja sama dengan Under the Same Sun.
Under the Same Sun merupakan sebuah organisasi yang mempromosikan dan melindungi hak-hak orang dengan albinisme, khususnya di Afrika.
Tak lama setelah itu, Organisasi Nasional untuk Albinisme dan Hipopigmentasi (NOAH) turut bergabung dengan komunitas albinisme di seluruh dunia dalam acara yang dibuat PBB.
Pada saat itu, Yusuf Mohamed Ismail Bari-Bari memberikan pidato dan berbagi cerita dengan Paus Fransiskus.