Kuasa Hukum Sebut Lukas Enembe Bisa Koma, Rata-rata Tensi Darahnya di Atas 200
Kuasa Hukum terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe, OC Kaligis mengatakan rata-rata tensi darah kliennya di atas 200.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe, OC Kaligis mengatakan rata-rata tensi darah kliennya di atas 200.
OC Kaligis bahkan mengatakan tensi darah tinggi kliennya itu bisa saja menyebabkan koma.
"Sebenarnya kalau kita tadi saya lampirkan, itu rata-rata tensinya 200 di atas. Kalau dokter katakan itu bisa koma," kata OC Kaligis kepada awak media usai persidangan tanggapan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) atas keberatan terdakwa, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).
Terkait hal itu, OC Kaligis menegaskan tidak mem-framing ataupun bertujuan agar sidang tak bisa dilanjutkan.
"Jadi bukan kita framing. Semua ada bukti-bukti," ucap OC Kaligis.
"Kami ini pengacara, bukan pengacara baru hari ini. Kalau mengatakan sesuatu kita enggak fitnah," ujarnya.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Ada Tindakan Medis Dokter KPK Tanpa Persetujuan Keluarga Lukas Enembe
Dia juga menjelaskan alasan utama terdakwa Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe hadir sidang secara langsung meski dalam kondisi fisik yang kurang baik.
"(Sidang) online itu supaya rakyat Papua lihat setengah badan aja. Enggak lihat kakinya," kata OC Kaligis.
"Anda lihat tadi (dalam persidangan) jalannya juga. Kalau online cuma berdiri. Kan itu tiba-tiba aja dikatakan (JPU KPK) supaya rakyat dan wartawan tidak lihat yang sebenarnya. Kita enggak mengada-ada," jelas pengacara kondang itu.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona menyebut semua tindakan medis dokter dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan tanpa persetujuan keluarga kliennya.
Hal ini terkait kondisi kesehatan terdakwa kasus suap dan gratifikasi Lukas Enembe, yang disebut kritis.
Petrus bahkan mengatakan, hal tersebut merupakan pelanggaran, secara profesi dokter.
"Mengenai semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter KPK atau dokter IDI. Kalau kita bicara dari profesi dokter itu satu pelanggaran, karena tidak pernah ada persetujuan keluarga," kata Petrus, kepada awak media usai sidang tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).