Masih Tuai Penolakan, Muhammadiyah Minta DPR Tidak Tergesa-gesa Sahkan RUU Kesehatan
Haedar menilai, sejatinya RUU Kesehatan tersebut hingga kini masih menuai penolakan dari beberapa pihak yang berkeberatan atas adanya RUU tersebut.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta agar DPR RI tidak tergesa melakukan pengesahan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Haedar menilai, sejatinya RUU Kesehatan tersebut hingga kini masih menuai penolakan dari beberapa pihak yang berkeberatan atas adanya RUU tersebut.
Dirinya menyatakan, temuan soal adanya pihak yang mengaku keberatan itu setelah Muhamadiyah melakukan kajian dengan beberapa lembaga.
Baca juga: Nakes Ancam Mogok Nasional Tolak RUU Kesehatan, DPR: Langgar Sumpah Profesi
"Undang-undang kesehatan itu Muhammadiyah dan berbagai lembaga kan sudah melakukan kajian, ada banyak keberatan," kata Haedar Nashir kepada awak media, dikutip Jumat (23/6/2023).
Dengan begitu, Haedar meminta kepada DPR RI untuk sejatinya menunda pengesahan RUU Kesehatan tersebut karena berpotensi menimbulkan masalah ke depannya.
"Jadi ada dua opsi, pertama, tunda daripada disahkan lalu banyak masalah," kata dia.
Kalaupun, DPR RI tetap memaksakan untuk mengesahkan RUU Kesehatan tersebut, maka sudah seharusnya mendengar dan menyerap seluruh aspirasi dari masyarakat terlebih dahulu.
Kata Haedar, biarkan proses pembahasan RUU Kesehatan itu berangsur lama, asal tidak dipaksakan pengesahannya.
Baca juga: Nakes Ancam Mogok Nasional Tolak RUU Kesehatan, DPR: Langgar Sumpah Profesi
"Kedua, kalau mau diteruskan dalam proses yang agak panjang dengarkan dan terima masukan masyarakat. Jangan terus dipaksakan," kata dia.
"Karena kalau dipaksakan secara politik bisa ya, apa yang engga bisa wong DPR menentukan sendiri. Karena itu opsinya dua," tukas Haedar.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan, pihaknya akan mencermati tindak lanjut pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan pada pembicaraan Tingkat II atau melalui Rapat Paripurna.
DPR, kata Puan menargetkan, pengesahan RUU Kesehatan jadi Undang-Undang bisa dilakukan di masa persidangan DPR RI kali ini, meski ada dua fraksi yang menolak, yakni Partai Demokrat dan PKS.
"Tindak lanjut selanjutnya tentu kita akan cermati bagaimana ke depannya," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).
"Insyaallah pada masa sidang ini akan segera diambil keputusan tingkat dua pada waktu yang tepat," lanjut Puan
Untuk diketahui pada pembicaraan Tingkat I, Komisi IX DPR RI telah menyepakati RUU Kesehatan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Dari total sembilan fraksi, sebanyak empat fraksi antara lain PDIP, PPP, PAN, dan Gerindra menyetujui secara penuh pengesahan RUU Kesehatan.
Kemudian tiga fraksi lain yaitu Golkar, NasDem, dan PKB menyetujui dengan catatan. Sementara Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan.
"Alhamdulilah di Tingkat I sudah diputuskan, walaupun masih ada teman-teman dari dua fraksi yang tidak menyetujui," ujar Ketua DPP PDIP itu.
"Namun sesuai dengan mekanismenya, Tingkat I itu sudah menjadi satu keputusan yang kemudian bisa diambil untuk jadi suatu keputusan di DPR," tandas Puan.
Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Minta Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda
Nakes Ancam Mogok Kerja
Ribuan tenaga kesehatan (nakes) dan medis menggelar demonstrasi menolak pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/6/2023).
Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Beni Satria mengatakan pihaknya akan melakukan mogok nasional apabila tuntutan mereka tak direspons pemerintah dan DPR RI.
"Setelah ini kami menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok kalau pemerintah tetap tidak menggubris dan tidak mengindahkan apa tuntutan kamu hari ini," kata Beni kepada wartawan di lokasi, Senin siang.
Menurut Beni, pihaknya telah melayangkan tuntutan tersebut kepada pemerintah dan DPR sejak 28 hari yang lalu.
"Tetapi pemerintah masih punya gunjingan bersama DPR untuk membahas itu tanpa melibatkan kita sebagai organisasi yang resmi yang sudah tegas disebutkan di dalam undang-undang No. 29 tahun 2004," tegasnya.
Lima organisasi profesi yang menggelar aksi ini terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).