Wasekjen PB HMI: Modal Sosial dan Pemerataan Kesejahteraan Perlu Jadi Urgensi Gagasan Pemilu 2024
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Maryadi Sirat mengatakan kesejahteraan yang merata bagi rakyat masih menjad
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun politik yang ditandai dengan agenda besar demokrasi yakni Pemilu Serentak 2024 sudah dimulai.
Dalam prosesi hajatan demokrasi tersebut, rakyat akan memberikan hak suaranya untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin negara.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Maryadi Sirat mengatakan kesejahteraan yang merata bagi rakyat masih menjadi cita-cita sejak Indonesia merdeka.
Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan dari setiap pemimpin negara.
Namun luasnya Indonesia yang memiliki kondisi geografis dengan pulau-pulau besar dan kecil, hingga sistem pemerintahan serta masalah sebaran penduduk masih jadi kendala untuk mencapai pemerataan kesejahteraan tersebut.
"Tentu usaha untuk mencapai kesejahteraan itu telah dimulai dan harus dipersiapkan. Karena pembangunan kesejahteraan masyarakat bukanlah tujuan yang dapat dicapai secara instan. Melainkan dibutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, yang menggabungkan konsep modal sosial dan demokrasi berkualitas," kata Maryadi, Selasa (29/8/2023).
Dalam mencapai pemerataan kesejahteraan, Maryadi mengatakan modal sosial dan demokrasi berkualitas jadi salah satu pendekatan yang dibutuhkan.
Dijelaskan, modal sosial mengacu pada jaringan hubungan, norma, nilai, dan kepercayaan yang ada dalam suatu masyarakat. Sedangkan demokrasi berkualitas adalah bentuk pemerintahan di mana partisipasi publik dihormati, hak asasi manusia dilindungi, dan transparansi serta akuntabilitas menjadi inti dari proses pengambilan keputusan.
"Dalam tataran ini, penguatan modal sosial untuk kesejahteraan masyarakat melalui demokrasi yang berkualitas adalah strategi penting untuk mengarahkan bangsa menuju masa depan yang lebih baik," tuturnya.
Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia masih menyimpan beberapa anomali demokrasi. Salah satunya anomali tersebut, yakni mengapa proses demokrasi yang berlangsung dari tingkat nasional hingga lokal tidak menghasilkan buah kesejahteraan masyarakatnya.
Kata dia, sebagai pilihan politik, demokrasi dengan prinsip bebas, setara dan beradab seharusnya dapat membawa masyarakatnya menuju keadilan sosial sesuai dengan sila ke-5 pancasila.
Namun pada kenyataannya, lebih dari satu dekade demokrasi berlangsung, angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), per September 2022 angka kemiskinan sebesar 26,36 juta orang, atau meningkat 0,20 juta orang dari Maret 2022.
Hal ini menurutnya tidak selaras dengan Indeks Demokrasi Indonesia yang meningkat ke posisi 52 atau naik 12 tingkat dari tahun 2020.