KSAU Ungkap Rencana Pengadaan 25 Radar Baru untuk Perkuat Pertahanan Udara
Sebanyak 25 radar tersebut, kata KSAU, akan dibeli dari salah satu negara di Eropa Barat dan satu negara lagi belum ditentukan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo mengungkap rencana pengadaan 25 radar baru untuk memperkuat pertahanan udara.
Sebanyak 25 radar tersebut, kata KSAU, akan dibeli dari salah satu negara di Eropa Barat dan satu negara lagi belum ditentukan.
Sebagian radar tersebut, kata dia, rencananya digunakan untuk mengganti radar yang sudah tua.
Sebagian lainnya, kata dia, akan ditempatkan di titik-titik yang baru.
Hal tersebut disampaikannya dalam acara Sambung Rasa KSAU dengan Pemimpin Redaksi Media Massa di Markas Besar TNI AU Cilangkap Jakarta pada Senin (4/12/2023).
"Semua ini dalam upaya untuk mengcover seluruh wilayah udara Indonesia. Meskipun dengan 25 radar tersebut dirasa masih kurang. Akan tetapi kita akan memprioritaskan di mana wilayah-wilayah yang perlu dilindungi. Diperkuat perlindungan udaranya," kata Fadjar.
"Kedua, wilayah-wilayah yang sering terjadi pelanggaran wilayah udara dan juga wilayah-wilayah yang sering dilewati oleh lalu lintas udara. Itu prioritas dari kita," sambung dia.
Ia mengakui seluruh ruang udara di Indonesia belum mampu dicakup oleh radar-radar yang ada saat ini.
Selain itu, kata dia, teknologi pada sebagian radar yang ada saat ini sudah cenderung tertinggal.
"Tetapi kami terus berupaya untuk memelihara untuk tetap siap. Radar-radar yang ada ini kita sudah bisa memproduksi beberapa partnya untuk bisa tetap beroperasi. Dan di beberapa satuan radar tetap melaksanakan 24 jam. Itu artinya dia terus-terusan hidup," kata dia.
Tantangan lainnya, kata dia, dalam pelaksanaan penempatan radar akan relatif rumit.
Hal tersebut, kata dia, karena radar harus ditempatkan di titik yang tidak nemiliki hambatan.
"Tetapi kan berarti kala kita letakkan di posisi di ujung bukit, bisa jadi persoalan. Karena infrastrukturnya, baik listrik, jalan, operatornya dan pengawakannya. Tapi itu semua harus bisa kita pecahkan dan akan terus kita cari jalan keluarnya," kata dia.