Kritik Perbedaan Sikap Ketua MK, Bivitri: Leadership Suhartoyo Lebih Baik dari Anwar Usman
Perubahan pimpinan Mahkamah Konstitusi dari Anwar Usman digantikan Suhartoyo juga dinilai memberi harapan baru.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
"Sikap tidak dapat menerima putusan (MKMK adhoc) patut diduga merupakan pelanggaran etik," ungkap Yuliandri.
Bagi MKMK sanksi etik merupakan panduan moral, bukan untuk memberi efek jera seperti pemidanaan.
Untuk itu sikap Anwar Usman yang menyampaikan bantahan itu dinilai MKMK sebagai bentuk pelanggaran etik baru.
Kemudian sikap Anwar Usman yang menggugat putusan MKMK atas pelanggaran etiknya ke PTUN dinilai berdampak pada turunnya citra MK.
Melansir Kompas.com, setelah kembali dinyatakan melanggar etik, Anwar Usman pun diberikan sanksi hukuman berupa terguran tertulis oleh MKMK.
Sebagai informasi, laporan etik terhadap Anwar Usman diajukan oleh tiga pihak berbeda, yakni advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, Harjo Winoto (Firma Hukum Rahnoto & Rekan), dan Alvon Pratama Sitorus & Junaldi Malaul.
Sementara itu, putusan dibacakan oleh majelis hakim MKMK, yakni Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, serta dua anggota, yakni Yuliandri dan Ridwan Mansyur.
Sebelumnya Anwar Usman telah dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK pada November 2023 lalu.
Anwar juga dinyatakan melanggar etik, sebagaimana tertuang dalam Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023.
Adik Ipar Presiden Jokowi itu dianggap melanggar etik karena ikut memutus perkara yang membuat ponakannya Gibran Rakabuming Raka, bisa memenuhi syarat usia sebagai cawapres.