Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Hadapan Anggota Komisi III DPR RI, Menkumham Pesimis Pungli di Lapas Bisa Diberantas

Menkumham Yasonna Laoly menyebut dirinya pesimis bila pungli di lapas bisa diberantas dengan mudah.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Di Hadapan Anggota Komisi III DPR RI, Menkumham Pesimis Pungli di Lapas Bisa Diberantas
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/11/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM RI (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengungkap kalau praktik pungutan liar di lembaga pemasyarakatan (lapas) sudah menjadi hal yang lumrah dan sulit diberantas.

Pernyataan itu disampaikan Yasonna, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Rabu (12/6/2024).

Mulanya, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Benny K. Harman mempertanyakan portofolio Yasonna yang sudah 10 tahun menjabat sebagai Menkumham namun pungli masih marak terjadi di lingkungan lapas.

"Bapak jadi menkumham 10 tahun. Tetapi selama 10 tahun itu, bertumbuh subur pungli di lapas dan rutan itu. Saya nggak tau apa masalahnya," kata Benny di ruang rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu.

"Transaksi narkotika juga terjadi di lapas dan mungkin di rutan. Saya pernah menyampaikan, bagaimana bisa ini terjadi," sambung dia.

Bahkan kata Benny, dirinya mengibaratkan kalau praktik suap menyuap yang terjadi di dalam lapas itu sudah layaknya seperti budaya.

Berita Rekomendasi

Atau dalam artian, sangat sulit bisa dipisahkan antara keduanya. 

Tak hanya itu, Benny juga mempertanyakan apakah kondisi tersebut bisa dapat selesai di masa mendatang atau bahkan lebih subur.

"Yang saya tak tau apakah kedepannya bisa kita hentikan atau tidak. Yang agak aneh sudah dilaporkan ke Kanwil Hukum dan Hamnya tapi juga, sepertinya dianggap angin lalu," beber Benny.

Mendapatkan masukan tersebut, Yasonna menyatakan kalau memang sejatinya pungli yang terjadi di lapas itu sudah seperti penyakit yang tidak ada obatnya.

Baca juga: Menko Polhukam Ajak Masyarakat Laporkan Pungli Lewat Aplikasi, Satgas Bisa Langsung Tindak

Yasonna juga tak segan menyebut, kalau pungli itu layaknya tindakan yang kerap terjadi dilakukan di Republik Indonesia.

"Pungli di lapas memang ini penyakit sama dengan pungli di republik ini. Terus. Dari zaman dulu sampai sekarang," kata Yasonna.

Dirinya bahkan secara tegas menyebut kalau ke depan agak pesimistis pemerintah bisa memberantas pungli tersebut dari praktik yang terjadi di lapas.

Terlebih kata dia, sebagian besar pungli terjadi di lapas yang over kapasitas oleh narapidana kasus narkoba.

"Untuk mengatakan bebas, agak sulit mengatakan itu. Karena di sana keinginan-keinginan individu dari dalam, kemudian apalagi di lapas-lapas yang over kapasitas. Ini sering jadi persoalan," ujar Menteri Yasonna.

Atas kondisi tersebut, Yasonna berpandangan perlu adanya pembahasan rancangan Revisi Undang-Undang tentang Narkotika dan Psikotropika.

Kata dia, sejatinya penerapan hukuman terhadap tersangka yang tersangkut perkara narkoba harus dibedakan sanksinya.

"Ini sebabnya saya katakan tadi, bagaimana kita menyelesaikan UU narkotika, yang pemakai di rehabilitasi, masuknya (narapidana kasus) narkoba semua sangat tergantung dengan kondisi-kondisi seperti ini," ujar Yasonna.

"Saya selalu mengatakan kalau pemakai, kurir, dan bandar dimasukan ke dalam lapas. Moral hazard (pungli, red) sangat mungkin terjadi di kalangan petugas. Tidak mempan dengan jumlah kecil, pasti dengan jumlah besar," sambung dia.

Baca juga: Pengakuan Polisi Gadungan di Jakarta Timur, Punya 2 Istri dan Dapat Uang Rp3 Juta dari Pungli

Penerapan sanksi tersebut yang menurut Yasonna membuka lebar peluang terjadinya pungli di lingkungan lapas.

Bahkan Yasonna mengakui, tak jarang ada pegawai lapas yang terpengaruh terhadap praktik pungli tersebut.

"Kita hukum berat, ada pegawai baru, awalnya baik-baik lama-lama ada 1 dua yang tepengaruh," tandas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas