Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Partai Buruh: Kami akan Cari Keadilan di Jalan Jika Gugatan UU Cipta Kerja Tak Dikabulkan MK

Said meminta agar gugatan terkait UU Nomor 6 Tahun 2023 yang diajukan partainya itu agar dikabulkan MK.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Partai Buruh: Kami akan Cari Keadilan di Jalan Jika Gugatan UU Cipta Kerja Tak Dikabulkan MK
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Presiden Partai Buruh Said Iqbal, hadir dalam sidang lanjutan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Partai Buruh terkait judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (17/7/2024). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materiil undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang diajukan partainya.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Said Iqbal kepada Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang lanjutan perkara yang teregister dengan nomor perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Baca juga: Serikat Buruh Harap Presiden Terpilih Prabowo Subianto Terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja




Said mulanya mengatakan, keberlakuan UU Cipta Kerja memberikan dampak serius bagi kesejahteraan buruh di Indonesia.

"Persoalan UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan adalah persoalan serius bagi buruh Indonesia," kata Said kepada Suhartoyo.

Baca juga: Sidang UU Cipta Kerja di MK, Ahli Sebut Banyak Ketentuan Aneh Imbas Negara Lebih Dekat ke Pengusaha

Oleh karena itu, Said meminta agar gugatan terkait UU Nomor 6 Tahun 2023 yang diajukan partainya itu agar dikabulkan MK.

Terkait hal tersebut, menurutnya, Mahkamah perlu mempertimbangkan keadilan bagi kaum buruh.

BERITA TERKAIT

"Dengan segala hormat kami memohon rasa keadilan itu ditegakkan," ucapnya.

Lebih lanjut, Said Iqbal menyampaikan, jika Mahkamah tidak memberikan keadilan itu, maka kaum buruh akan mencari keadilan di jalan, yakni dengan melakukan aksi unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat mereka.

"Karena kalau keadilan itu tidak dapat kami temukan di Mahkamah, maka keadilan itu akan cari di jalan," tegas Said.

Merespons ucapan Presiden Partai Buruh itu, Ketua MK Suhartoyo menyampaikan, Mahkamah telah mencatat apa yang disampaikan Said Iqbal.

"Ya sudah ditangkap (penjelasannya) Pak, terima kasih," kata Suhartoyo kepada Said Iqbal.

Dalam persidangan, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mempersoalkan undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang tidak mengatur upah minimum berdasarkan standar kehidupan layak.

Said mulanya menjelaskan, dalam serikat buruh di dunia internasional dikenal tiga alat ukur terkait kesejahteraan buruh, yakni job security (kepastian kerja), income security (kepastian upah), dan social security.

Namun, ia menilai, Pasal 88D Ayat (2) UU Cipta Kerja tidak memenuhi aspek soal kepastian upah bagi buruh. Adapun pasal tersebut berbunyi: "Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu".

Said Iqbal kemudian mempertanyakan penentuan upah minimum yang dalam perhitungannya menggunakan 'indeks tertentu', sebagaimana yang tercantum dalam UU Ciptaker.

Baca juga: 5 Juta Buruh Akan Mogok Nasional Jika MK Tak Kabulkan Gugatan UU Cipta Kerja

Terlebih, penentuan sistem perhitungan yang ditetapkan dalam aturan tersebut, menurut Said, tidak melibatkan partisipasi bermakna dari kaum buruh.

"Pemerintah seenaknya saja di dalam keputusan upah minimum yang menentukan tanpa perundingan," tegas Said, dalam sidang lanjutan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Partai Buruh terkait judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (17/7/2024).

Padahal, ia menjelaskan, dalam UU 13 tahun 2003, telah mengatur Dewan Pengupahan yang bertugas melakukan perundingan menggunakan parameter kebutuhan hidup layak atau standard living cost.

"Tetapi UU Cipta Kerja menghilangkan ini. Dewan pengupahan tetap ada, tapi tidak ada fungsi," ucapnya kepada kesembilan hakim konstitusi.

Dalam UU Cipta Kerja sudah dipastikan kenaikan upah minimun berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

"Siapa yang menentukan indeks tertentu? Pemerintah. Buruh dirugikan. Akibatnya 2021, 2022, 2023, fakta di lapangan tidak ada kenaikan upah," jelas Said.

"Tunjukkan kepada kami UU di seluruh dunia yang mengatakan kenaikan upah berdasarkan indeks tertentu. Tidak ada. Hanya di Indonesia tiba-tiba ada istilah 'indeks tertentu'," lanjutnya.

Lebih lanjut, menurutnya, pemerintah dan DPR tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai sistem penghitungan 'indeks tertentu' itu seperti apa.

"Siapa yang menentukan indeks tertentu? Bagaimana mengukur indeks tertentu? Padahal inflasi kan sudah ditentukan oleh negara, pertumbuhan ekonomi juha ditentukan oleh negara," kata Said Iqbal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas