Terungkap di Sidang, Gaji Direktur PT Timah Rp200 Juta Sebulan: Siang di Singapura, Malam di London
Pengakuan saksi Agung terkait gaji petinggi PT Timah itu kemudian membuat kaget Hakim Ketua.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan lanjutan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini, Kamis (29/8/2024) mengungkap gaji dari para petinggi perusahaan negara PT Timah.
Dalam persidangan perkara dugaan korupsi timah hari ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menghadirkan lima saksi dari PT Timah. Mereka ialah: Direktur Operasional PT Timah periode Februari 2020 sampai Desember 2021, Agung Pratama; Direktur Keuangan PT Timah, Vina Eliyani; Kepala Divisi Akuntansi PT Timah periode September 2017 sampai Oktober 2019, Aim Syafei; Kepala Divisi Akuntansi PT Timah, Dian Safitri; dan Kepala Bidang Akuntansi Keuangan di Divisi Akuntasi PT Timah, Erwan Sudarto.
Persoalan gaji para petinggi PT Timah ini terungkap dari keresahan Majelis Hakim terkait kerugian yang dialami PT Timah.
"Disampaikan sajalah ya. Jadi, jangan ngumpet-ngumpetan gitu. Ini kan uangnya, uang negara. Uang negara plus pemegang saham, kan Tbk. Jadi harus yang amanah ya. Ada yang rugi sampai segitu labanya langsung triliun. Apa benar seperti itu?" kata Hakim Ketua, Eko Aryanto.
"Saudara gajinya berapa level direktur?" tanya Hakim Eko kepada saksi Direktur Operasional PT Timah periode Februari 2020 sampai Desember 2021, Agung Pratama.
Agung Pratama sebagai mantan Direktur Operasional PT Timah mengaku bahwa dia memperoleh gaji Rp200 juta.
"Waktu itu 200 pak," kata Agung.
"Sebentar, 200 apa?" tanya Hakim Eko.
"Juta."
Baca juga: KPK Panggil Ratu Batu Bara Kaltim Paulin Tan
Pengakuan saksi Agung terkait gaji petinggi PT Timah itu kemudian membuat kaget Hakim Ketua.
Terlebih gaji Rp200 juta per bulan itu diperoleh Agung saat menjabat direktur pada empat tahun silam.
Gaji itu pun menurut Agung belum termasuk insentif.
"Aduh! Aduh kaget saya. Waktu itu tahun berapa?" tanya Hakim Eko.