Kisah Petugas Imigrasi di Pulau Terluar: Hidup Jauh dari Anak Istri, Mau Pulang Mahal di Ongkos
Jika ingin tahu suka dukanya menjadi PNS, tanyakanlah kepada para PNS yang bertugas di wilayah terpencil, wilayah perbatasan, atau pulau terluar
Penulis: Dodi Esvandi
Selama 5 tahun terakhir alumni Poltekim 2004 itu terpaksa meninggalkan anak dan istrinya di kampung halamannya di Bandung, Jawa Barat, lantaran tak memungkinkan baginya untuk membawa keluarga ke Ranai.
Tedy sebenarnya bisa saja memboyong keluarganya ke Ranai.
Apalagi, selama bertugas di Ranai ia disediakan rumah dinas yang berada tepat di samping Kantor Imigrasi Ranai.
Namun, ada satu pertimbangan penting yang memaksa Tedy terpaksa harus tinggal jauh dari anak dan istrinya.
"Salah satu pertimbangannya adalah kualitas sekolah di Ranai belum sebaik dan sebagus sekolah di Jakarta atau di Bandung," kata Tedy membuka obrolan di kantornya pada Kamis (29/8/2024) lalu.
Baca juga: Meski Belum Diresmikan, Petugas Imigrasi Ranai Sudah Siaga di PLBN Laut Serasan
Menurut data BPS, jumlah penduduk Ranai adalah 8.735 jiwa.
Dengan jumlah penduduk yang tak seberapa tersebut, tak banyak pula pilihan sekolah yang bagus dan berkualitas di kota dan pusat administrasi Kabupaten Natuna itu.
Selain fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan di Ranai juga belum sempurna.
Warga Ranai yang sakit parah biasanya akan dirujuk ke Batam.
Maka dengan berat hari, Tedy akhirnya harus melalui hari-harinya di Natuna dalam lima tahun terakhir jauh dari keluarga.
Untuk pulang sekali sebulan apalagi sekali seminggu pun berat bagi Tedy.
Bukan apa-apa, tapi ongkos atau harga tiket pesawat dari Natuna ke Jakarta atau Bandung tidak main-main, tak mampu dijangkau gaji pegawai negeri biasa.
Baca juga: Imigrasi Ranai Periksa Dokumen Keimigrasian 6 Awak Kapal Ikan Hongkong yang Masuk Wilayah Indonesia
Tak ada penerbangan langsung dari Ranai ke Jakarta.
Dari Bandara Raden Sadjad di Ranai hanya ada satu penerbangan setiap harinya ke Batam dengan menggunakan pesawat ATR.