Sosok Suparman Nyompa, Hakim PN Jakpus Bakal Reuni dengan Rizieq Shihab Bahas 6 Kebohongan Jokowi
Berikut sosok Suparman Nyompa yang bakal kembali bertemu dengan Rizieq Shihab, kali ini membahas kasus gugatan kebohongan Jokowi
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Menurut mereka, kebohongan dilakukan Jokowi sejak menjadi Cagub DKI Jakarta tahun 2012, Capres tahun 2014 dan 2019 hingga menjabat sebagai presiden, telah melakukan rangkaian kebohongan dan kata-kata bohong yang memberikan dampak buruk terhadap Indonesia.
Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst tanggal 30 September 2024.
Rangkaian kebohongan itu dianggap terus dikemas untuk pencitraan, menutupi kelemahan, dan kegagalan yang terjadi.
"Lebih bahayanya, rangkaian kebohongan dan kata-kata bohong, dilakukan oleh Jokowi dengan menyalahgunakan mekanisme, sarana dan prasarana ketatanegaraan," tulis penggugat dalam siaran persnya.
Menurut penggugat, bila kebohongan dibiarkan tanpa ada konsekuensi hukum, maka akan mencoreng sejarah Indonesia yang menjunjung nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan berbangsa.
"Oleh karenanya, kami sebagai warga negara yang tergabung dalam koalisi "Masyarakat Anti Kebohongan" mengambil sikap tegas dengan mengajukan G30S/JOKOWI (Gugatan 30 September Terhadap Jokowi)," jelasnya.
Adapun hal-hal yang disebut sebagai kebohongan Jokowi, meliputi:
Baca juga: Sidang Dimulai Besok, Rizieq Shihab Gugat Jokowi Rp 5.246 Triliun
- Kebohongan soal komitmen untuk menjabat Gubernur DKI selama 1 periode penuh (5 tahun) dan tidak akan menjadi kutu loncat
- Kebohongan mengenai data 6.000 unit pesanan mobil Esemka
- Kebohongan untuk menolak dan tidak akan melakukan pinjaman luar negeri (asing).
- Kebohongan akan melakukan swasembada pangan
- Kebohongan tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan sejumlah infrastruktur seperti Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC)
- Kebohongan mengenai data uang 11.000 triliun yang ada di kantong Jokowi
Karena kebohongan-kebohongan tersebut, para penggugat meminta Presiden Jokowi membayar ganti rugi materiil sebesar nilai utang luar negeri Indonesia periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2024 untuk disetorkan kepada kas negara, atau nilainya Rp 5.264 triliun.
Ia pun meminta agar negara menahan pembiayaan atau tidak memberikan rumah sebagai mantan Presiden kepada Jokowi.
Begitu pun meminta negara untuk menahan atau tidak memberikan seluruh uang pensiun Jokowi.
Respons Istana
Merespon hal tersebut, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono meminta upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi tidak digunakan secara semena-mena hanya untuk mencari sensasi maupun provokasi.
"Jangan menggunakan upaya hukum yang disediakan oleh konstitusi secara semena-mena hanya untuk sekedar mencari sensasi atau tujuan provokasi," kata Dini.
Ia menuturkan, sejatinya pengajuan upaya hukum merupakan hak bagi setiap warga negara. Namun menurutnya, setiap upaya hukum dilakukan dengan serius dan bertanggung jawab.
"Bahwa setiap orang yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya, prinsip hukum ini harus selalu dikedepankan," beber dia.