Mangkrak 10 Tahun, Polisi Diminta Tuntaskan Kasus Payment Gateway
Bareskrim Mabes Polri diminta menuntaskan kasus dugaan korupsi payment gateway yang telah mangkrak selama 10 tahun.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Mabes Polri diminta menuntaskan kasus dugaan korupsi payment gateway yang telah mangkrak selama 10 tahun.
Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (Lemkapi), Edi Hasibuan, mengatakan penuntasan kasus ini menjadi penting demi kepastian hukum.
“Saya kira tugas polisi untuk menindaklanjuti, biar ada kepastian hukum,” kata Edi kepada wartawan, Selasa (29/10/2024).
Apalagi menurut dia, kerugian negara dalam kasus ini tidaklah sedikit. Dalam catatan, kasus ini disinyalir merugikan negara sebesar Rp 32,09 miliar.
“Soal bagaimana kan tentunya ada strategi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di dalam, yang mengungkap berbagai kasus-kasus yang muncul pada pelanggaran hukum,” kata Edi.
Untuk diketahui, kasus payment gateway kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana di situs miliknya, menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025 mendatang.
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, sang pelapor dugaan korupsi ini sempat mengeluhkan perkembangan kasus yang jalan di tempat, tetapi hingga sekarang belum juga ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara ini.
Pada 2015, Denny Indrayana telah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway.
Kasus ini ditangani di era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.
Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.
“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan pada Rabu, 25 Maret 2015.
Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000 (Rp 32,09 miliar).
Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.