Termasuk Aset Berisiko, Kripto Bergantung Juga ke Dolar AS, Investor Diminta Tidak Salah Perhitungan
Pengamat keuangan Ariston Tjendra mengatakan, kripto termasuk dalam kategori aset berisiko, meski memiliki tingkat imbal hasil tinggi.
Editor: Sanusi
Sampai Februari lalu, Kemendag mencatat jumlah investor kripto bahkan sudah menembus angka 12,4 juta. Padahal Huda mengatakan sekitar akhir tahun lalu, jumlahnya masih berada di angka sekitar 9 juta.
"Perkembangan yang luar biasa ini perlu untuk terus dikawal Bersama agar perdagangan fisik aset kripto di Indonesia tetap berada di koridor yang benar," kata Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam webinar Diskusi Kripto Terkini pada 28 Maret 2022, dikutip dari situs resmi Kemendag.
Bagaimana masa depan kripto di Indonesia?
Huda mengatakan jumlah investor kripto di Indonesia saat ini sudah jauh melampaui jumlah investor di pasar modal. Pada 2021, Bursa Efek Indonesia mencatat ada 7,47 juta Single Investor Identification (SID). Padahal jumlah itu saja sudah mengalami peningkatan sekitar 92 % dari 2020.
Kemendag memperkirakan perdagangan asset kripto di Indonesia akan terus berkembang karena jumlah perusahaan terdaftar yang memperdagangkan asset kripto pun semakin bertambah.
Tren investasi kripto di Indonesia juga "masih akan melonjak", kata Huda. Apalagi kebanyakan investor kripto merupakan milenial dan generasi Z.
"Mereka mencari alternatif investasi selain saham. Jatuhnya pasti akan ke aset kripto," kata Huda.
Sejauh ini, Indonesia menetapkan kripto sebagai komoditas atau aset, bukan alat pembayaran seperti yang sudah diterapkan di beberapa negara.
Kemendag melalui Bappebti telah menerbitkan sejumlah regulasi terkait aset kripto. Persyaratan penerbitan aset kripto untuk dapat diperdagangkan di Indonesia diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021.