MUI Jatim Minta Aktivitas Pedepokan Dimas Kanjeng Distop, Masyarakat Jangan Percaya Tipuanya
Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori belum memberikan keputusan atau fatwa terkait indikasi aliran sesat dalam ajaran Dimas Kanjeng
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim KH Abdusshomad Buchori belum memberikan keputusan atau fatwa terkait indikasi aliran sesat dalam ajaran Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
"Kami masih mengumpulkan data-data. Beberapa laporan sudah kami kantongi, termasuk meninjau langsung padepokan ini," katanya usai keliling Padepokan Dimas kanjeng di Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Rabu (28/9).
Kendati demikian, KH Abdusshomad meminta sudah tidak ada aktivitas di padepokan, apalagi yang sifatnya meresahkan masyarakat. Ia juga meminta masyarakat untuk pulang dan tidak mempercayai tipuan Taat Pribadi yang mengklaim bisa menggandakan uang.
"Saya harap padepokan ini sudah tidak digunakan untuk aktivitas lagi. Kecuali untuk masjid dan itupun kepentingannya hanya untuk salat," terangnya.
Ia pun juga meminta untuk tidak menyebut Dimas Kanjeng Taat Pribadi ini dengan karomah.
Alasannya mendasar, karena sebutan karomah itu hanya untuk Wali Allah bukan untuk orang sembarangan apalagi Taat Pribadi.
"Oh ya, jangan sebut pengikut Dimas Kanjeng itu santri. Sebab, santri hanya untuk pondok pesantren dan ini bukan pondok melainkan padepokan," imbuhnya.
Dia mengatakan, setelah ini, pihaknya akan rapat ulang untuk memutuskan hasil laporan dan temuan di lapangan.
Sebelum fatwa dikeluarkan, pihaknya akan meminta pendapat dari MUI pusat untuk ikut dalam hal ini.
"Semoga hasilnya cepat keluar dalam jangka waktu dekat ini. Kami juga akan segera rapat sepulang dari padepokan ini," jelasnya.
Ia juga mengatakan, sejauh ini, pihaknya menduga ada indikasi pengajian, masjid, dan sebagainya itu hanya sebagai media mencari keuntungan.
"Yang jelas kami ada 10 item untuk menentukan sebuah ajaran itu sesat atau tidak sesuai dengan yang disepakati sejak 2007. Ada satu yang menyimpang dari 10 item ini, maka pihaknya bisa mengeluarkan bahwa ajaran itu sesat," katanya.
Geram tulisan karomah
Rombongan MUI Jatim, tokoh agama Probolinggo, kepolisian, dan kejaksaan ketika tiba di Padepokan Dimas Kanjeng Rabu sore langsung berkeliling.
Pertama, rombongan menuju masjid di dekat rumah induk Taat Pribadi. Di masjid itu, KH Abdusshomad melihat kondisi di dalam masjid.
Setelah itu rombongan bergeser ke tenda-tenda yang digunakan para pengikut Taat Pribadi untuk menunggu pencairan uang mahar.
Rombongan memasuki gerbang bertuliskan Padepokan Dimas Kanjeng dengan tinggi sekitar 15 meter.
Di dalam itu, MUI disuguhi pemandangan ratusan tenda pengikut Taat Pribadi. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Bahkan, sang KH Abdusshomad pun sempat kebingungan mau mengunjungi tenda pengikut dari sisi mana.
Akhirnya, rombongan pun berjalan sembari melihat satu per satu tenda. KH Abdusshomad sempat berhenti di tenda yang ada spanduk Dimas Kanjeng dengan ukuran cukup besar.
Ia sempat dibuat geram melihat tulisan karomah yang ditujukan kepada Taat Pribadi.
"Apa-apaan ini, sebutan karomah itu hanya untuk Wali Allah bukan untuk Dimas Kanjeng," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan melihat tenda lainnya. Langkah KH Abdusshomad pun terhenti ketika melihat seorang pengikut Taat Pribadi berjualan es dan makanan di area tenda itu.
"Apa yang ibu lakukan disini? Sudah berapa lama disini?" tanya KH Abdusshomad ke perempuan berjilbab yang mengaku bermama Irine ini.
Dengan gugup, Irine pun menjawab pertanyaan kiai yang didampingi banyak orang ini.
"Saya sudah lima bulan di sini. Saya di sini ikut pondok dan belajar agama," katanya membalas pertanyaan.
KH Abdusshomad pun kembali bertanya ke Irine. "Apa tidak mau pulang? Mau menunggu apa di sini?" tanyanya.
"Saya mau sekali kalau disuruh pulang. Ini juga sedang merencanakan pulang ke kampung Jombang," jawabnya.
"Kalau sudah pulang, jangan kembali lagi ke sini ya," pesan KH Abdusshomad ke Irine. Irine hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum.
Kepada Surya, Irine mengaku tidak merasa ditipu oleh Taat Pribadi. Sebab, ia belum menyerahkan uang mahar ke yang bersangkutan.
"Saya tidak tipu kok, soalnya niatnya mau mengaji. Uang mahar belum pernah saya kasih tapi kalau iuran untuk membayar listrik dan sebagainya sudah pernah saya berikan," tandasnya.
Ia mengatakan, iuran itu untuk membayar listrik dan iuran untuk membangun masjid.
Nominalnya pun sangat bervariasi. Mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per bulannya.
"Bagi saya tidak masalah, toh saya anggap itu untuk menyumbang pembangunan masjid. Anggap saja amal untuk menjauhkan saya dari malapetaka," paparnya. (tribunjateng/cetak/Surya)