Sejarah Penggunaan Sidik Jari untuk Proses Identifikasi Manusia
Sejarah peralihan metode Alphonse Bertillon berdasarkan tulang rangka manusia ke metode sidik jari bertujuan mengidentifikasi manusia.
Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Y Gustaman
Oleh: Bripka Agung Utomo, Crime Scene Investigator INAFIS Polresta Pontianak
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sejarah peralihan metode Alphonse Bertillon berdasarkan bentuk tubuh atau tulang rangka manusia ke metode sidik jari bertujuan mengidentifikasi manusia.
Banyak para pendahulu atau para ahli mencoba menemukan berbagai metode atau temuan untuk mengidentifikasi manusia dari segi fisik, seperti salah satu penemu metode identifikasi organ tubuh atau tulang khas yaitu Aplhonse Bertilon.
Sekitar tahun 1870 antropolog asal Perancis itu mendorong penggunaan sistem identifikasi, berdasarkan ciri khas tulang atau organ tubuh tertentu.
"Sistem ini lebih masuk akal karena tulang khas seseorang juga tidak mudah untuk diubah. Pada 30 tahun pertama setelah ditemukan sistem bentuk tubuh, sistem ini diterima dan digunakan dalam proses identifikasi pelaku kriminal," ungkap Bripka Agung Utomo, Crime Scene Investigator Inafis Polresta Pontianak, Selasa (25/4/2017).
Namun demikian, keakuratan sistem ini sempat dipertanyakan pada 1903, menyusul ditemukannya seorang tersangka bernama Will West yang dituntut di Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat.
"Berdasarkan kisah yang dituliskan lamanonin.com, dia dituntut karena memiliki bentuk tulang khas yang sama persis dengan tersangka pelaku kejahatan bernama William West," jelas dia.
Hasil penyelidikan lebih lanjut menemukan fakta bahwa Will dan William West memang kembar.
Dari contoh kasus ini metode identifikasi pelaku kejahatan menggunakan bentuk tulang khas tidak lagi digunakan. Lalu metode sidik jari digunakan karena mampu membedakan seseorang meski punya kembaran.
"Saat diteliti jarinya lebih lanjut dengan menggunakan sistem pemeriksaan sidik jari, barulah diketahui Will West dan William West adalah dua orang berbeda meski terlahir kembar," terang Bripka Agung.
Sidik jari telah dikenal sejak masa prasejarah dan dinasti China. Banyak sekali peninggalan masa prasejarah yang menunjukkan adanya penggunaan sidik jari, sebagai tanda khas seseorang.
Baru di awal abad ke-20, sidik jari digunakan sebagai metode ilmiah modern di berbagai negara untuk mengidentifikasi korban maupun pelaku kejahatan atau kriminal.
"Di Indonesia penggunaan sidik jari mulai digunakan pada 1959, namun secara resmi baru pada 1960-an, baik terhadap pelaku kriminal atau untuk kepentingan data kependudukan," Agung menambahkan.
Begitu besar manfaat dan metode yang dikembangkan para pendahulu bagaimana mengidentifikasi seseorang secara fisik.
"Sistem atau metode sidik jari saat ini masih sangat akurat dalam proses identifikasi, terbukti dalam kasus-kasus identifikasi kriminal, kegiatan kemanusiaan seperti membantu mengidentifikasi korban banjir, longsor bahkan kecelakaan pesawat dan lainnya, yang pada diri korban tak ditemukan identitas apapun," terang dia.
Ditambahkan Agung, keakuratan sidik jari juga sudah dijelaskan dalam surah Al Qiyamah ayat 3-4. Jadi jauh sebelum ditemukan sidik jari oleh manusia, ilmu pengetahuan tentang sidik jari sudah tertulis di dalam Alquran.