Perda Kawasan Tanpa Rokok Di Jawa Barat Berpeluang Direvisi
Banyak kalangan menilai perda ini muncul tiba-tiba, tanpa melibatkan partisipasi seluruh masyarakat yang berkepentingan khususnya petani tembakau
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
“Kalau tak dilibatkan berarti perda kategorinya maladmministrasi atau malprosesur. Kalau perda tak sesuai harus direvisi,” katanya.
Rafael Situmorang juga menyatakan penyusunan regulasi perlu melibatkan masyarakat. Hanya saja, dalam hal ini masyarakat sendiri harus aktif memperjuangkannya.
Sebagai yang konsen di ketenagakerjaan, ia mencontohkan soal Inilah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan di mana ada bentrok kepentingan antara buruh dan pengusaha.
Di sisi lain, suatu peraturan juga tergantung aktor politik. Dalam kasus PP 78, aktor politiknya adalah pembuat regulasi, yakni pemerintah, kemudian ada pengusaha dan buruh.
Di sini terjadi pertarungan ideologi antara pengusaha dan serikat pekerja atau buruh.
“Sama tembakau juga begitu, ada pertarungan aktivis antirokok dan pro petani tembakau,” kata Rafael.
Untuk itulah, lanjut dia diperlukan partisipasi masyarakat sipil.
Namun masyarakat sipil ini harus kuat untuk memenangkan suatu regulasi yang berpihak pada kepentingannya. Jadi partisipasi publik pun harus diperjuangkan.
“Partisipasi tergantung aktor politik dan masyarakat sipilnya. Kalau masyarakat sipilnya kuat, negara akan terbuka. Jadi jangan harap negara membuka sendiri, tetap masyaraka perlu berjuang untuk membuka jalan partisipasi,” katanya.
Ketua KI Jabar Dan Satriana melihat setiap penyusunan regulasi baik undang-undang maupun perda pasti memiliki unsur kepentingan. Misalnya kepentingan politik. Regulasi sendiri merupakan produk politik.
Sama halnya dengan Perda KTR, ada kepentingan tertentu yang melatarbelakanginya.
Masalahnya, Perda KTR ini tidak menunjukkan kepentingan siapa saja yang diwakili. Seharusnya siapa yang berkepentingan dibuka selebar-lebarnya sehingga terjadi transparansi.
Perda sendiri merupakan satu-satunya produk hukum daerah yang memiliki sanksi, termasuk pidana.
Menurut Dan Satriana, karena itu penyusunan perda harus terbuka dan melibatkan masyarakat yang berkepentingan, antara lain petani tembakau.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.