Perda Kawasan Tanpa Rokok Di Jawa Barat Berpeluang Direvisi
Banyak kalangan menilai perda ini muncul tiba-tiba, tanpa melibatkan partisipasi seluruh masyarakat yang berkepentingan khususnya petani tembakau
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Dan menyatakan, jangan sampai masyarakat tiba-tiba mendapat sanksi tanpa tahu kapan peraturan tersebut disahkan. Dan sendiri mengaku baru tahu ada Perda KTR.
“Dalam rokok kelihatan betul kepentingannya ada tapi tak dibuka,” tegasnya.
“Supaya jelas kepentingan siapa maka harus dilakukan di meja yang tebuka.”
Lalu, pengamat sosial dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Budi Rajab mengamati bahwa Indonesia merupakan negara yang gemar membuat peraturan.
Banyak hal yang diperdakan. Beda dengan negara-negara di Erop yang justru anti membuat perda. Masyarakat maju membuat suatu aturan lewat kesepakatan-kesepakatan tak tertulis dan dipatuhi bersama.
Budi juga menyatakan, pembuatan suatu aturan harus memiliki banyak landasan, yakni filosofis, ideologis, hukum dan sosiologis.
“Kalau rokok mau diperdakan, libatkan orang-orang merokok. Serikat petani tembakau diundang tidak. Kalau tidak, salah perdanya,” katanya.
Padahal, penyusunan perda rokok atau KTR tak hanya menyangkut kepentingan petani tembakau, melainkan ada kepentingan birokrasi dan antar lembaga.
Budi yakin, Perda KTR juga akan mengalami benturan kepentingan antar lembaga di pemerintah daerah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.