Ramai Kisruh Tanah 33 CM di Sragen, Begini Cara Aman Beli Tanah Agar Tak Terkena Sengketa
Belajar dari kasus sengketa tanah di Sragen, berikut cara aman membeli tanah supaya tidak menimbulkan sengketa di kemudian harinya.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Menurut Suparmi, sengketa tanah bermula ketika anaknya sakit.
Namun, ia mengaku lupa tahun persisnya.
Yang jelas, Suparmi mengatakan, sengketa tanah dan tidak akurnya dia dan tetangga sebelahnya itu sudah berlarut selama bertahun-tahun.
"Awalnya anak saya sakit, butuh biaya operasi, sehingga saya menjual tanah itu," katanya saat ditemui TribunSolo.com pada Kamis (16/7/2020).
"Saat disertifikatkan, ternyata sisa luas tanah dan yang ada di sertifikat berbeda," imbuhnya.
Suparmi yang kukuh dengan sisa luas tanah yang ia miliki, lalu membangun sebuah tembok sekira di tahun 2000-an awal.
Masalahnya, tembok yang dia bangun melewati ukuran yang digariskan oleh kelurahan.
"Saya yakin karena saya hafal dan ingat luas tanah saya sebelum saya jual," tegasnya.
Suparmi pun lantas memprotes ketidakadilan itu pada kelurahan sejak 2016.
Ia bahkan meminta pihak kelurahan melakukan pengukuran tanah ulang.
"Saya membayar Rp 400 ribu tapi hasilnya sama, saya masih tidak terima karena saya yakin itu ada sisa lebar 33 cm," terangnya.
Belum ada titik terang
Beberapa perundingan juga telah dilakukan oleh kedua belah pihak pada 2016 tersebut.
"Dulu ada perjanjian dengan kepala desa juga, tapi hasilnya tetap nihil, sisa tanah saya tidak kembali," pungkasnya.