Rekam Jejak Sri Wahyumi, Eks Bupati Talaud yang Kembali Masuk Bui, Pernah Ngamuk saat Dijemput KPK
Berikut rekam jejak dari Mantan Bupati Talaud, Sri Wahyumi, pernah ngamuk saat dijemput KPK.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Berikut rekam jejak Mantan Bupati Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, Sri Wahyumi Maria Manalip yang penuh kontroversi.
Terbaru, Sri kembali mendekam di balik jeruji besi setelah divonis empat tahun penjara dalam kasus penerimaan gratifikasi proyek di wilayahnya.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Manado pada Selasa (25/1/2022), Sri tampak menangis dan mendatangi ketiga anak dan keluarganya.
Dikutip dari Kompas.com, Sri terbukti menerima gratifikasi Rp 9,4 miliar dari empat ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa.
Gratifikasi tersebut diterima oleh Sri pada tahun 2014-2017.
Padahal, Sri baru bebas dari penjara pada 29 April 2021 lalu.
Sebelumnya, Sri mendekam di penjara selama dua tahun karena terlibat suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.
Lantas, bagaimana rekam jejak Sri Wahyumi yang disebut penuh kontroversi?
Baca juga: Profil Eks Bupati Talaud, Sri Wahyumi, Baru Setahun Bebas Kini Masuk Bui karena Terima Gratifikasi
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi ke Pengadilan
Berikut rekam jejak dari mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi yang dikutip Tribunnews dari berbagai sumber:
Mengamuk saat Ditangkap KPK saat Baru Bebas
Setelah dibebaskan pada 29 April 2021, Sri Wahyumi kembali ditangkap di hari yang sama karena kasus penerimaan gratifikasi.
Dilansir Wartakota, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya tak bisa menghadirkan Sri Wahyumi.
Hal ini karena Sri Wahyumi mengamuk.
"Sore hari ini kami tidak bisa menampilkan tersangka, kami sudah berupaya menyampaikan kepada yang bersangkutan tetapi kemudian setelah akan dilakukan penahanan ini, keadaan emosi yang bersangkutan tidak stabil," kata Ali Fikri dalam konferensi pers, Kamis (29/4/2021).
Dipecat PDIP karena Jarang Hadir Rapat
Dikutip dari Grid ID, Sri Wahyumi menang Pilkada 2013 dengan dukungan Partai Gerindra, namun ia lalu bergabung dengan PDIP.
Di partai banteng ini, Sri Wahyumi menjadi Ketua DPC PDIP Talaud.
Tapi hubungannya dengan PDIP memburuk karena Sri Wahyumi jarang menghadiri rapat partai.
Ia bahkan tak hadir dalam rapat koordinasi bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ketua DPD PDIP Sulut Elly Dondokambey pun marah dan memecat Sri Wahyumi.
Setelah itu, ia kembali mencalonkan diri sebagai calon independen dalam Pilkada 2018.
Namun, ia kalah dalam Pilkada itu.
Baca juga: Emosi Tak Stabil, Eks Bupati Talaud Sri Wahyumi Tak Dihadirkan KPK Saat Konpers Penetapan Tersangka
Baca juga: KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi
Berseteru dengan Mendagri
Pada Juli 2018, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pernah berseteru dengan Sri Wahyumi karena nekat memecat lebih dari 300 pegawai negeri sipil (PNS) dari jabatan mereka.
Tindakan ini melanggar Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 yang melarang mutasi setelah Pilkada.
Tak cuma itu, Sri Wahyumi juga meninggalkan pekerjaannya selama 11 hari setelah kekalahan di Pilkada 2018.
Sebelumnya, ia pernah pula dinonaktifkan dari jabatannya karena kedapatan jalan-jalan keluar negeri.
Mendagri menonaktifkan Sri Wahyumi selama 3 bulan sejak 12 Januari 2018.
Sebabnya, Sri Wahyumi bepergian ke Amerika Serikat tanpa izin pada Oktober hingga November 2017.
Lebih jauh lagi, Sri Wahyumi pernah menerima teguran dari Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulut pada 2015 karena menjalankan APBD tidak sesuai dengan arahan Tim TAPD Pemprov Sulut.
Baca juga: KPK Lelang Tas Balenciaga dan Anting Emas Putih Bermata Berlian Sri Wahyumi
Baca juga: KPK Rampungkan Penyidikan Kasus Gratifikasi Eks Bupati Kepulauan Talaud
Minta Jatah 10 Persen
Sejak dilantik sebagai Bupati untuk periode 2014-2019, Sri Wahyumi berulang kali menggelar pertemuan dengan Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa di Talaud.
Sri Wahyumi juga diduga sering menanyakan daftar paket pekerjaan yang belum dilelang.
Berdasarkan daftar paket itu, Sri Wahyumi diduga mengarahkan para Pokja untuk menunjuk rekanan tertentu, dan meminta jatah 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan.
Dari korupsinya itu, Sri Wahyumi ditengarai telah menerima uang Rp 9,5 miliar
KPK menyatakan kasus ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap dalam lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019 yang sebelumnya menjerat Sri Wahyumi.
(Tribunnews.com/Maliana, Wartakota.com/Wito Karyono, Grid.id/Candra Mega, Kompas.com/Rachmawati)