Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nasib Si Abah Simbol Konservasi Gunung Sawal, Ditemukan Sudah Jadi Kerangka, Berikut Foto-fotonya

Binatang buas ini ditemukan telah menjadi kerangka di hutan rakyat di Blok Cipaku Girang, Cipaku belum lama ini.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Nasib Si Abah Simbol Konservasi Gunung Sawal, Ditemukan Sudah Jadi Kerangka, Berikut Foto-fotonya
Istimewa/Dok BKSDA Wilayah III Jabar di Ciamis
Si Abah sebelum dilepasliarkan di kawasan hutan Gunung Sawal di Blok Pojok Dusun Pasir Tonggoh, Desa Pasir Tamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Ciamis, Selasa (25/8/2020). 

“Ada sekitar 40 orang kader konservasi yang ikut melepasliarkan si Abah tadi siang,” ujar Ilham Purwa, Koordinator Kader Konservasi Ciamis, kepada Tribun, Selasa (25/8).

Si Abah dilepasliarkan di kawasan hutan Gunung Sawal di Blok Pojok Dusun Pasir Tonggoh, Desa Pasir Tamiang, Kecamatan Cihaurbeuti, Ciamis, Selasa (25/8) sekitar pukul 10.00 siang. Di lokasi sekitar 10 kilometer dari pemukiman warga dan harus ditempuh berjalan kaki sejauh 3 kilometer.

“Lokasi pelepasliaran si Abah tadi siang jauh lebih datar. Tidak seperti tahun 2018, medannya sulit, terjal berbukit. Lokasi yang tadi siang agak mudah dijangkau, meski harus jalan kaki sejauh 3 kilometer,” katanya.

Tahun 2018, si Abah juga pernah dilepasliarkan di dusun yang sama tapi lokasi berbeda.

Waktu itu si Abah masuk perangkap yang dipasang warga di Blok Cilumpang Desa Cikupa Kecamatan Lumbung, Ciamis.

Kemudian si Abah dilepasliarkan dari Desa Pasir Tamiang, masuk ke habitatnya di Gunung Sawal.

Tapi Kamis (25/6) pukul 06.00, dua bulan lalu, si Abah kembali masuk perangkap yang dipasang warga di Blok Cilumpang Desa Cikupa, Kecamatan Lumbung.

Berita Rekomendasi

Setelah menjalani masa rehabilitasi di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) selama dua bulan, Selasa (25/8/2020) sekitar pukul 10.00 si Abah kembali dilepasliarkan ke habitatnya di hutan Gunung Sawal.

Tepat pukul 10.00, tali untuk membuka pintu kandang berisi si Abah ditarik ramai-ramai.

Ketika pintu karangkeng membuka, si Abah dengan sigap berlari keluar bergerak cepat melintas lorong jalur yang sudah disiapkan untuk si Abah terus berlari ke rimbunan hutan.

“Tak lama setelah Abah keluar dari karangkeng, kentongan dibunyikan, dipukul-pukul secara bersamaan. Ada delapan kentongan yang disiapkan,” ujar Ilham Purwa.

Pukulan atau tetabuhan dari kentongan tersebut, menurut Ilham, merupakan kearifan lokal, cara nenek moyang di sekitar Gunung Sawal untuk mengusir atau menghalau macan tutul yang turun gunung masuk kampung kembali ke hutan. Tetabuhan dari kentongan juga pertanda bahaya.

“Dengan bunyi kentongan tadi, si Abah akan terus berlari kencang masuk hutan,” katanya.

Bila ada macan tutul turun gunung, mendekati permukiman menurut Ilham tak perlu diburu atau dipasang perangkap untuk menangkapnya. Apalagi sampai membunuh ditembak, misalnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas