Pemandu Turis di Pulau Rinca Tak Lagi Panjat Pohon untuk Dapat Sinyal Telepon dan Buka Medsos
warga Pulau Komodo kini sudah tidak lagi kesulitan mendapatkan sinyal ponsel.membangun infrastruktur telekomunikasi di pedalaman tidak mudah
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, LABUAN BAJO – “Dulu, untuk menelepon, kita susah. Harus naik ke gunung dan memanjat pohon karena sinyal susah. Sekarang, sinyal sudah dekat.”
Demikian pernyataan atau kesaksian seorang warga yang ditayangkan melalui layar elektronik di Hotel Ayana Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Minggu (14/08/2022).
Sekira 100-an orang berada di ballroom hotel. Tampak Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Latif, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenkominfo Rhina Anita Ernita, dan 17 pemimpin redaksi atau wartawan senior media nasional.
Baca juga: Tarif Rp 3,75 Juta Masuk Taman Nasional Komodo Diberlakukan Awal Tahun 2023, Ini Alasan Pemerintah
Kisah mengalami kesulitan mendapat sinyal telepon seluler itu juga diungkap Aris, pemuda dari Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sehari-hari Aris berprofesi sebagai pemandu wisatawan atau turis di Taman Nasional Komodo secara khusus di Pulau Rinca, dan Pulau Komodo. Saat ini, sudah tersedia sinyal telepon seluler 4G, yang mudah mengakses telekomunikasi seluler, data dan internet.
“Kehadiran BTS BAKTI Kominfo di Desa Pasir Panjang ini, memudahkan akses komunikasi masyatakat. Bila sebelumnya, untuk menelepon, kami harus ke bukit dan memanjat pohon atau ke pesisir pantai untuk mendapatkan sinyal, sekarang tidak perlu lagi. Di rumah atau perkampungan pun, sudah dapat sinyal,” kata Aris kepada Tribunnews.com di sela kunjungan Bakti – Kominfo dan wartawan ke lokasi BTS telepon seluler di Desa Pasir Panjang, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Sabtu (13/8/2022).
Menurut Aris, adanya BTS di Pulau Rinca, warga semakin mudah berkomunikasi pada orang lain di luar pulau.
Baca juga: Aturan Tarif Masuk Taman Nasional Komodo Rp 3,7 Juta Ditunda Sampai Akhir 2022
“Manfaat konkretnya, dengan adanya sinyal, kawan-kawan guide di Pulau Rinca lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang di Labuan Bajo,” kata Aris.
Menara base transceiver station (BTS), yaitu infratruktur penerima sinyal telekomunikasi nirkabel dari satelit kemudian memancarkannya kepada pengguna telepon seluler.
Ia mencontohkan, “misalnya, ketika ada jadwal kunjungan turis, minggu depan, dari Labuan Bajo tinggal menelepon atau mengirim pesan, bahwa akan ada tamu. Jadi kami dapat bersiap-siap di sini.”
Bukan hanya komunikasi melalui telepon seluler, selama dua tahun lebih, masyarakat pun dapat berselancar atau browsing internet. Dengan adanya sambungan internet, penduduk Pulau Rinca mulai terbiasa menggunakan media sosial.
“Warga kami sudah mulai belajar mempromosikan pariwisata atau menjual produk khas Labuan Bajo, melalui media sosial,”ujar Aris.
Ia berharap, pemerintah dan operator seluler, dalam hal ini PT Telkomsel agar menjaga kualitas sinyal dari BTS Bakti Kominfo di Desa Pasir Panjang.
“Kami berharap, sinyal diperkuat, agar stabil. Sebab kadang sinyal lemah, atau hilang. Jangan sampai ada kesan, sinyal kuat saat ada kunjungan pejabat. Setelah pejabat pulang, sinyal juga hilang,” kata Aris sembari mengingatkan warga setempat turut menjaga dan memelihara infratruktur menara BTS.
Aris dan pemandu pelancong lainnya menyandarkan hidup pada bidang pariwisata. Wisatawan yang berkunjung umumnya untuk melihat hewan komodo (Varanus komodoensis), binatang endemik Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Motang, dan sebagian kecil di utara serta barat Flores.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Setahu, mengatakan semula banyak warga desa terpencil di Kabupaten Manggarai Barata, NTT, yang kesulitan sinyal telekomunikasi.
Baca juga: Kantornya Didemo Kenaikan Tiket Pulau Komodo, Sandiaga Uno Tunda Rapat Mingguan
“Sekarang, banyak tersedia BTS. Kami apresiasi Kominfo atas bantuan 206 titik BTS ke sekolah-sekolah, dan organisasi perangkat Daerah (OPD). Bantuan pemerintah ini sangat terasa manfaatnya, terutama di masa pandem. Saat warga dilarang bepergian, belajar atau bekerja di rumah, adanya telekomunikasi memudahkan melakukan kegiatan,”.
Desa Benteng Dewa, masih ada pantulan sinyal, di mana terdapat BTS swasta.
"Kami mendapat bantuan BTS, kami apreaiasi dan terima kasih atas bantuan preaiden membangun BTS, termasuk di Pulau Rinca."
Paulus mencontohkan warga Desa Benteng Dewa, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, semula mendapat sinyal dari operator telepon seluler swasta. Geografis Manggarai Barat terdapat banyak pulau. Warga yang tinggal di dekat Menara BTS, dalam radius tertentu terjangkau sinyal, namun di balik pulau, tidak terjangkau.
“Setelah masuknya BTS Bakti Kominfo, jangkauan sinyal semakin luas, dan warga bertambah banyak yang dapat tersentuh telepon,”kata Paulus.
Jangan Curi Baut atau Besi BTS
Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, mengatakan membangun infrastruktur telekomunikasi di pedalaman tidak mudah.
Namun demikian, pemerintah melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo akan terus menyediakan infrastruktur telekomunikasi hingga menjangkau wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T).
Johnny membandingkan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi di Pulau Jawa yang banyak penduduk, dan sarana penunjang relative tersedia, dengan Papua yang populasi kecil juga medannya sulit terjangkau.
Operator seluler menganggap Pulau Jawa komersial, karena konsumen membutuhkan banyak akses telepon seluler dan data internet. Ini bisnis menguntungkan. Dengan demikian, operator seluler bersedia membangun dan menyediakan sendiri infrastruktur telekomunikasi.
Tetapi di Pulau Papua, penduduknya sedikit. Jarak satu dengan lainnya berjauhan. Permintaan konsumen akan telekomunikasi sedikit, sedangkan biaya pembangunan mahal.
“Luas Papua, 6 kali lebih luas dari Pulau Jawa. Di pulau Jawa sudah banyak BTS, itu pun masih ada blank-spot, apalagi di Papua,” kata Johnny.
Pemerintah melalui BAKTI akan terus membangun infrastruktur BTS. Lalu bekerja sama dengan operaror seluler untuk penyediaan jaringan seluler, melalui satelit yang sangat komersial.
Pemerintah menargetkan pembangunan BTS di di 12.548 desa/kelurahan wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal. Dari jumlah itu, sebanyak 3.435 BTS akan dibangun operator seluler di wilayah komersial, dan 9.113 BTS dibangun BAKTI Kominfo. “Kami targetkan 90 persen BTS akan terbangun sampai 2022, sehingga desa-desa terpencil pun terlayani telekomunikasi 4G,”ujar Johnny Plate.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) membangun BTS di Pulau Rinca sejak tiga tahun lalu. Menurut Direktur Utama BAKTI Kemkominfo Anang Latif (kanan), satu BTS didirikan di titik Desa Pasir Panjang. Dan satu lainnya di balik punggung bukit, untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo dahulu dikenal dengan nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BPPPTI).
Menurut Anang, pembangunan infrastruktur di Pulau Rinca, untuk membuka akses telekomunikasi kepada warga dan wisawatan yang datang menikmati keindahan alam Labuan Bajo.
“Labuan Bajo, sangat menarik untuk wisatawan, tidak kalah dari Raja Ampat, di Papua,”kata Anang saat berada di lokasi BTS.
Pulau Rinca menjadi alternatif destinasi wisata untuk melihat dari dekat Komodo. Sebab, pemerintah sempat menaikkan tarif berkunjung ke Pulau Komodo, menjadi sebesar Rp 3,75 juta. Penaikan tarif ditunda hingga 1 Januari 2023.
Menurut Anang, Wilayau pulau-pulau seperti Labuan Bajo, sinyal telepon seperti lampu spotlite. Kadang remang-remang, kadang cahaya kuat. Kalau berada di belakang bukit, sinyal menjadi lemah.
“Di daerah yang banyak pulau, seperti Labuan Bajo, untuk membangun infrastruktur tower BTS, misalnya, pasti mahal. Belum lagi membangun butuh lahan. Lahan menjadi isu tersendiri. Belum lagi untuk pengadaan generator listrik,”ujar Anang.
Biaya membangun satu menara BTS berlikut pendukung sampai dapat beroperasi, membutuhkan alokasi biaya berksiar Rp 1,5 miliar sampai Rp 3,5 miliar.
Oleh karena mengeluarkan biaya besar, Anang meminta penduduk Pulau Rinca turut menjaga keberadaan menara BTS.
“Kita jaga, agar jangan ada yang mencuri. Satu bauta tau satu besi saja dicuri, maka tower ini akan miring, sehingga tidak dapat berfungsi. Padahal besi yang dicuri tidak mudah juga menjualnya, atau tidak bisa juga digunakan, jadi jangan dicuri,”kata Anang. (domu d ambarita)